Foto: Helsinki Airport/Ilustrasi anjing pengendus

Anjing dikenal sebagai hewan yang memiliki indra penciuman sangat tajam. Baru-baru ini, sebuah studi mengungkap fakta bahwa anjing ternyata bisa mendeteksi orang yang menderita Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD. Bagaimana caranya?

PTSD adalah gangguan mental yang terjadi akibat mengalami traumatis. Umumnya hal ini dikenali dengan tanda kegagalan untuk pulih bagi seseorang.

Dalam studi baru, penderita PTSD ternyata bisa dikenali oleh anjing melalui aroma. Anjing memiliki kemampuan untuk mencium aroma reaksi trauma pada napas, sehingga dapat mengenali apabila penderita sedang merasakan hal yang tidak menyenangkan.

Tingkat sensitivitas hidung anjing yang tinggi ini, diketahui dapat membantu pasien PTSD dengan cara mendeteksi situasi medis yang berpotensi berbahaya, seperti kejang atau hipoglikemia mendadak. Dalam hal ini anjing akan diajari untuk lebih mewaspadai napas Penderita PTSD.

Manusia Memiliki Aroma Tersendiri untuk Diidentifikasi oleh Anjing
Dikutip dari EurekAlert, manusia ternyata memiliki aromanya masing-masing yaitu senyawa organik yang mudah menguap atau volatile organic compounds (VOC), yang dikeluarkan oleh tubuh seperti keringat.

Sebelumnya terdapat penelitian yang mengenai anjing dapat mendeteksi manusia yang sedang stress melalui VOC. Oleh karena itu, dilakukan penelitian lanjutan dalam mendeteksi VOC terkait gejala PTSD.

PTSD sebagai gangguan mental setelah mengalami peristiwa traumatis, memiliki gejala antara lain hipereksitasi, menolak mengingat peristiwa tertentu, gangguan kognitif atau suasana hati.

Studi menunjukkan bahwa memanfaatkan anjing dalam masalah ini dapat menjadi pemandu atau pembantu bagi pasien PTSD. Namun, tetap dengan mengingat dan menginterupsi ketika pasien PTSD sedang mengalami episode gejalanya.

Pengumpulan Aroma untuk Identifikasi VOC
Untuk membuktikan anjing bisa mengenali penderita PTSD, ilmuwan merekrut 26 manusia untuk mendonorkan aromanya dan 25 anjing peliharaan untuk dilatih mendeteksi aroma.

Para peserta menghadiri sesi untuk mengingatkan pengalaman trauma sambil menggunakan masker yang berbeda. Masker yang satu diberikan sampel napas tenang oleh peserta untuk digunakan sebagai kontrol, sedangkan masker lainnya adalah masker ketika peserta mengingat traumanya.

Selain itu, mereka juga diharuskan untuk melihat tingkat stress mereka. Sementara pada anjing, dari 25 anjing digunakan, hanya dua anjing yang terampil yaitu anjing Ivy dan Callie.

“Baik Ivy maupun Callie menemukan bahwa pekerjaan ini secara inheren memotivasi mereka,” kata Laura Kiiroja dari Universitas Dalhousie, penulis pertama makalah di Frontiers in Allergy.

“Nafsu makan mereka yang tak terbatas untuk makanan lezat juga merupakan aset. Faktanya, jauh lebih sulit untuk meyakinkan mereka untuk beristirahat daripada mulai bekerja. Callie khususnya memastikan tidak ada waktu luang,” imbuhnya.

Hasil Studi: Anjing Menunjukkan Tingkat Akurasi yang Tinggi
Ivy dan Callie kemudian diberikan dua sampel sebelumnya untuk melihat seberapa akurat anjing mendeteksi VOC stress. Hasilnya, mereka mencatat akurasi yaitu Ivy 74% sedangkan Callie adalah 81%

Hasil dari kedua anjing menunjukkan perbedaan walaupun memiliki tingkat akurasi yang tinggi.

“Kami berspekulasi bahwa Ivy selaras dengan hormon sumbu simpatis-adreno-medula (seperti adrenalin) dan Callie berorientasi pada hormon sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (seperti kortisol). Ini adalah pengetahuan yang penting untuk melatih anjing pelacak, karena untuk mendeteksi gejala awal PTSD diperlukan kepekaan terhadap hormon sumbu simpatis-adreno-medullar,” papar Kiiroja.

Untuk rencana selanjutnya, tim akan melakukan eksperimen agar memvalidasi keterlibatan aksis simpatis-adreno-meduler

“Dengan 40 set sampel, penelitian kami merupakan penelitian pembuktian konsep yang perlu divalidasi oleh penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar,” Kiiroja mengingatkan.

Menurutnya untuk mengumpulkan sampel lebih banyak, maka diperlukan peristiwa stress untuk mengonfirmasi anjing memiliki kemampuan mendeteksi VOC stress dengan baik melalui napas manusia.

Editor: PARNA
Sumber: detik.com