Jumlah laporan kasus kekerasan seksual meningkat selama pandemi Covid-19. Hal ini diketahui berdasarkan laporan yang Komnas Perempuan terima selama sejak tahun 2020 lalu.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan, sampai Juni 2021, Komnas Perempuan telah menerima 2.592 kasus.
“Jumlah pelaporan kasus sungguh melonjak di masa pandemi. Kalau dilihat ini adalah data terakhir sampai bulan Juni sudah 2.592 kasus, yang berarti lebih dari total kasus yang kami terima tahun 2020 lalu,” kata Andy dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi III di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (4/10).
Sementara itu, hingga awal Oktober ini, menurutnya, menurut data yang masuk ada 4.200 lebih pengaduan yang masuk ke Komnas Perempuan.
“Artinya di masa pandemi seperti yang diprediksi, karena sebagian besar masih kekerasan di ranah personal, 60 persen data yang diadukan ini sesuai dengan berbagai kajian mengenai bagaimana Covid memberikan dampak baru pada ketegangan dalam keluarga,” tuturnya.
Selain itu, menurut Andy, selama pandemi ini kasus kekerasan seksual di ranah digital juga semakin meningkat. Menurut dia, hal ini disebabkan karena interaksi secara daring meningkat selama pandemi.
Menurutnya, kasus kekerasan seksual di ranah digital itu mayoritas kasus revenge porn atau pornografi balas dendam. Hal ini merupakan distribusi atau penyebaran gambar maupun video tidak senonoh secara daring tanpa persetujuan mantan pasangan.
“Yang paling banyak terjadi adalah pelecehan seksual revenge porn dan juga pemerasan seksual,” imbuhnya.
Menurut Andy, lonjakan laporan kekerasan seksual itu belum direspons secara maksimal. Hal ini juga berkaitan dengan dampak pandemi Covid-19.
“Kapasitas respons masih sangat rendah dan ini diperburuk kondisi pandemi. Misal, banyak layanan pindah ke online, tapi infrastrutur online tidak merata di banyak daerah, dan akses perempuan untuk masuk online juga sangat terbatas,” pungkasnya.