Laporan WHO baru-baru ini menunjukkan 10,8 juta orang terjangkit TBC tahun lalu, dengan 8,2 juta orang baru terdiagnosis). Sekitar 1,25 juta orang meninggal karena penyakit tersebut.
Sementara itu, kematian akibat COVID-19 telah berkurang secara signifikan berkat vaksin dan perawatan, meskipun masih menelan 320.000 korban jiwa tahun lalu.
“Fakta bahwa TBC masih membunuh dan membuat banyak orang sakit adalah hal yang keterlaluan, padahal kita memiliki alat untuk mencegahnya, mendeteksinya, dan mengobatinya,” kata Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah pernyataan.
WHO mendesak semua negara untuk menepati komitmen konkret yang telah mereka buat untuk memperluas penggunaan alat deteksi dan mengakhiri TBC.
Tuberkulosis sebagian besar menyerang orang-orang di 30 negara. Lebih dari separuh kasus global ditemukan di India (26%), Indonesia (10%), China (6,8%), Filipina (6,8%) dan Pakistan (6,3%).
Ironisnya, COVID-19 sebagian bertanggung jawab atas peningkatan kasus TB. Gangguan akibat virus tersebut menghambat layanan TB di seluruh dunia, sehingga kasusnya meningkat. Ada juga jenis TB yang terbukti resistan terhadap beberapa obat.
Tuberkulosis adalah infeksi bakteri menular pada paru-paru yang biasanya menyebar melalui udara. Sebagian besar infeksi tuberkulosis tidak bergejala dan tidak menular.
Namun, tuberkulosis aktif, yang ditandai dengan batuk, demam, nafsu makan berkurang, dan berat badan turun, dapat menjadi penyakit yang sangat menular dan berbahaya jika tidak diobati, terkadang mengakibatkan kematian.
Sumber: detik.com