Negeri Bunga Sakura itu diguncang hingga 1.500 gempa setiap tahunnya. Lantas, apa yang membuat banyak gempa mengguncang Jepang?
Tepat pada tahun baru 2024, sebuah gempa dahsyat bermagnitudo 7,5 mengguncang Jepang bagian barat dan menewaskan puluhan orang serta menghancurkan rumah. Tujuh bulan setelahnya, tepatnya pada 8 Agustus, gempa bermagnitudo 7,1 muncul di timur lepas pantai Pulau Kyushu, Shikoku, dan Kinki, di Jepang Selatan.
Gempa berkekuatan kecil maupun besar bukanlah hal baru di Jepang. Bahkan, Jepang termasuk salah satu negara dengan aktivitas seismik paling aktif di dunia. Kondisi inilah yang membuat Jepang menciptakan ilmu seismologi atau studi tentang gempa bumi.
Alasan Ada Banyak Gempa di Jepang
Gempa bumi terjadi ketika dua lempeng tektonik saling bertabrakan dan salah satu lempeng bergeser di bawah lempeng lainnya, melepaskan ledakan energi secara tiba-tiba. Negara Jepang terletak di atas empat lempeng tektonik utama, menjadikannya salah satu tempat di dunia yang paling sering mengalami aktivitas tektonik.
“Semakin banyak lempeng yang Anda miliki dan semakin banyak batas lempeng yang berdekatan atau melintasi negara seperti Jepang, semakin banyak interaksi lempeng-lempeng tersebut yang menyebabkan gempa bumi terjadi,” kata Robert Butler, profesor emeritus geofisika di Universitas Portland dan Universitas Arizona dalam The Washington Post dikutip Kamis (3/10/2024).
Jepang dan daerah sekitarnya bahkan menyumbang 18 persen gempa bumi di dunia karena tektonik aktif, kata Saeko Kita, seismolog di Institut Internasional Seismologi dan Teknik Gempa Bumi di Ibaraki, Jepang.
Jepang dan Cincin Api
Setiap tahun, Jepang mengalami sekitar 1.500 gempa bumi yang dapat dirasakan oleh orang-orang. Bahkan, beberapa jenis aktivitas seismik tercatat sekali setiap 5 menit.
Bukan hal yang aneh jika ada begitu banyak aktivitas gempa bumi di sepanjang zona berbentuk tapal kuda bernama Cincin Api. Zona ini berisi lebih dari 400 gunung berapi aktif dan membentang dari pantai timur Australia hingga Rusia timur, termasuk Indonesia.
Menurut Survei Geologi AS dan Pusat Informasi Tsunami Internasional, wilayah cincin api merupakan wilayah yang paling sering terjadinya gempa bumi, tsunami, dan aktivitas gunung berapi.
Taiwan dan Filipina berada di atas tiga lempeng tektonik utama dan juga rentan terhadap aktivitas gempa bumi. Meskipun Jepang adalah negara yang lebih besar dan lebih padat penduduk dibanding Taiwan dan Filipina, perhatian yang lebih besar telah diberikan kepada Jepang.
Hal ini karena lebih banyak orang terkena dampak gempa bumi. Lucy Jones, seorang seismolog yang menghabiskan lebih dari tiga dekade bersama Survei Geologi AS mengatakan sejarah panjang Jepang dalam mencatat dan mempelajari dampak gempa bumi dan tsunami, dikombinasikan dengan persiapan bencana yang ekstensif, telah memicu persepsi itu.
“Kenyataannya adalah bahwa Filipina dan Taiwan mengalami [gempa bumi] sebanyak Jepang, tetapi saya pikir sebagian dari persepsi itu adalah karena Jepang telah mengembangkan teknologi untuk mengatasinya,” kata Jones.
Mitigasi Bencana Gempa di Jepang
Satu abad yang lalu, gempa besar kanto mengguncang Jepang, menyebabkan lebih dari 105.000 orang meninggal atau hilang dan sekitar 80.000 rumah hancur. Gempa bumi itu menyebabkan ditetapkannya aturan bangunan baru untuk mencegah risiko gempa bumi.
Setiap kali terjadi gempa bumi besar, Jepang akan meninjau kerusakan dan memperbarui aturan bangunannya. Pembaruan besar terakhir pada tahun 1981 memperkenalkan standar baru untuk bangunan tahan gempa setelah gempa bumi besar pada tahun 1978.
Setelah gempa bumi Kobe tahun 1995, pemerintah Jepang membuat perubahan pada respons bencana yang memungkinkannya mengumpulkan informasi dalam waktu lima menit setelah gempa bumi. Hal ini juga memungkinkan pengerahan personel bantuan bencana dengan cepat.
Editor: PARNA
Sumber: detik.com