Buat orang Indonesia, acar bukanlah makanan yang asing. Sebaliknya, acar memang jadi salah satu makanan favorit nan menyegarkan untuk makanan yang terlalu ‘kuat’ dan ‘berat.’
Tak dimungkiri, acar memang paduan makanan yang renyah, asam, gurih, dan menyegarkan. Namun bukan cuma Indonesia yang punya acar, hampir seluruh dunia punya varian acarnya masing-masing.
Akan tetapi, tak semua orang suka dengan acar. Ada yang beranggapan bahwa rasa asam dari cuka, aroma fermentasi yang menyengat, sampai tekstur makanan yang dibuat acar ini jadi lembek-lembek dan menjijikan.
Buat sebagian orang, rasa acar memang menjijikan, dan ini normal.
Jadi apa yang membuat orang-orang suka acar dan bisa ketagihan?
Faktanya, preferensi suka makan acar dimulai bahkan sebelum Anda lahir.
‘Ada banyak faktor yang menentukan preferensi rasa orang dewasa, dan itu dimulai sejak awal kehidupan di dalam rahim,’ jelas Nicola Gunn, ahli gizi di Gloji, dikutip dari Metro.
Penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa rasa seperti adas manis, wortel, atau bawang putih hadir dalam cairan ketuban, yang kemudian akan dicerna oleh bayi.
“Ini menghasilkan peningkatan preferensi untuk rasa ini pada masa bayi dan anak usia dini,’ kata Nicola.
“Prinsip yang sama juga berlaku pada ibu menyusui, karena beberapa rasa dalam makanan ibu mempengaruhi rasa ASI.”
Begitu keluar dari kandungan, sebagai anak-anak, Anda secara biologis cenderung menyukai rasa manis, asin atau menolak rasa pahit atau asam.
“Tingkat keterpaparan terhadap satu atau yang lain sepanjang masa kanak-kanak kemudian berkontribusi pada bagaimana menerima kita dari rasa yang berbeda dalam kehidupan dewasa kita,” kata Nicola.
Selain itu, genetika juga memiliki peran dalam preferensi selera seseorang.
‘Kami memiliki berbagai jenis reseptor rasa pada papila lidah yang akan mendeteksi rasa pahit, manis, umami asin dan asam,’ ucapnya.
Jumlah papila yang dimiliki dapat ditentukan oleh genetika.
‘TAS2R38 adalah gen yang paling banyak dipelajari terkait dengan reseptor rasa,’ katanya.
Orang yang membawa gen ini sering digambarkan sebagai ‘super tasters’ Gen super taster menentukan seberapa sensitif orang terhadap rasa pahit.
‘Oleh karena itu, mereka yang tidak memiliki gen pengecap super akan lebih mungkin mentolerir rasa pahit yang ditemukan dalam cokelat hitam, kecambah, dan kopi tanpa pemanis,’ tambah Nicola.
Ini juga menunjukkan bahwa mereka akan lebih cenderung menikmati rasa acar.
‘Sekitar 25 persen dari populasi dianggap pencicip super – dan mereka lebih cenderung menjadi wanita daripada pria.
Jadi, lingkungan dan genetika seseorang sama-sama berperan dalam mengapa kita suka, atau tidak suka, makanan yang difermentasi dalam air garam, atau diasamkan dalam cuka.