Judi online terkadang menyamar sebagai game biasa di smartphone untuk menjebak penggunanya. Simak ciri-ciri judi online berkedok game.
Judi online kini menjadi masalah serius di Indonesia. Data pemerintah menunjukkan 8,8 juta orang bermain judi online dan mayoritas dari mereka adalah anak mudah.
Tidak hanya itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maryati Solihah menyebut 80 ribu pemain judi online berusia di bawah 10 tahun. Angka ini merupakan dua persen dari total 168 juta transaksi judi online di Indonesia.
Salah satu modus judi online memang menyamar sebagai game biasa yang dapat dimainkan berbagai kalangan. Maka, tak heran jika banyak anak ikut terjerumus dalam perjudian online ini.
Oleh karena itu, orang tua perlu mengetahui ciri judi online berkedok game online agar anak dapat terhindar dari jeratan praktik haram tersebut. Lantas, bagaimana ciri-ciri judi online berkedok game?
Presiden Asosiasi Game Indonesia Cipto Adiguno mengatakan baik judi online atau game memang memiliki penampilan luar yang sama. Namun, pengguna masih dapat melihat perbedaan keduanya ketika mengeluarkan mata uang.
“Pembeda utama antara judi dengan game, adalah fasilitas untuk mengeluarkan mata uang digital dalam game, misalnya koin atau diamond, menjadi mata uang asli, misalnya rupiah, dolar,” ujar Cipto beberapa waktu lalu, mengutip CNBC.
Dengan penampilan yang hampir sama, Cipto meminta ada pendaftaran bagi seluruh produk game. Hal ini agar semua game dapat diperiksa secara terperinci.
Ia mengungkap pendaftaran dapat melalui dua cara. Yakni, dengan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) atau melalui sistem rating game IGRS.
“Sudah, regulasinya [soal pendaftaran produk game] sedang disusun dan/atau direvisi,” ungkapnya.
Perputaran uang judi online
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat kelompok anak muda, 80 persennya berasal dari kelompok pelajar dan mahasiswa, melakukan transaksi judi online rata-rata di bawah Rp100 ribu per hari.
“Mereka rata-rata bertransaksi kecil, di bawah Rp100 ribu, tetapi jika dikalikan jumlah pemain yang begitu besar, dampaknya sangat signifikan,” kata Koordinator Kelompok Humas PPATK Natsir Kongah secara daring, Sabtu (30/11).
Meski nominalnya kecil, PPATK menyoroti dampak besar judi online terhadap kondisi ekonomi keluarga pelaku, karena banyak yang menggunakan hingga 70 persen dari penghasilan harian mereka untuk bermain judi.
“Jadi lebih banyak penghasilan yang didapatkan itu digunakan untuk bermain judi online. Dan ini akan sangat berbahaya ya, berbahaya buat kondisi ekonomi, buat kesejahteraan masyarakat kita,” ujarnya.
Natsir menjelaskan perputaran uang judi online di 2024 diperkirakan dapat mencapai Rp900 triliun, jika langkah pencegahan tidak diperkuat.
Editor: PARNA
Sumber: cnnindonesia.com