Pojok Batam

Tangis Bahagia Warga Seoul Pecah Sambut Pemakzulan Presiden Yoon

Suka cita warga Korea Selatan setelah pemakzulan Presiden Presiden Yoon Suk Yeol di depan Majelis Nasional di Seoul, Korea Selatan, Sabtu (14/12/2024). Foto: Kim Hong-Ji/REUTERS

Tangis bahagia membersamai dinginnya malam Seoul pada Sabtu (14/12), usai parlemen Korea Selatan resmi memakzulkan Presiden Yoon Suk-yeol. Keputusan ini diambil setelah usahanya yang kontroversial untuk menerapkan darurat militer gagal total.

Dalam pemungutan suara di Majelis Nasional, sebanyak 204 dari 300 anggota parlemen memilih untuk mencopot Yoon dari jabatannya.
Langkah ini menjadi catatan sejarah tersendiri, mengingat pertama kalinya pemerintahan sipil ditangguhkan dalam lebih dari empat dekade.

Di luar gedung parlemen, suasana berubah menjadi perayaan besar. Musik K-Pop mengalun keras, diiringi sorak sorai dan pelukan para demonstran. Polisi memperkirakan lebih dari 200 ribu orang berkumpul untuk menyaksikan momen bersejarah ini.

“Saya sangat bahagia hingga sulit diungkapkan dengan kata-kata,” ujar Yeo So-yeon (31) kepada AFP.

“Jika pemakzulan ini tidak terjadi malam ini, saya berencana terus hadir setiap minggu. Rasanya luar biasa bisa menjadi bagian dari sejarah ini,” tambahnya.

K-Pop dan Tangis Kemenangan

Di tengah kerumunan, lagu “Into the New World” dari Girl’s Generation kembali menjadi anthem perjuangan.

Para demonstran melambaikan lightstick dan menari mengikuti irama musik, meski hampir tak ada ruang untuk bergerak.

“Ketika pengumuman pemakzulan resmi disampaikan, semua orang mulai menangis, termasuk saya,” ujar Seong Jeong-lim (42).
“Kita adalah pemilik sejati negara ini,” lanjutnya.

Choi Jung-ha (52), warga yang menari di jalan bersama ribuan orang lainnya, menambahkan, “Bukankah luar biasa bahwa kita, rakyat, bisa melakukan ini bersama-sama?”

Tak hanya K-pop, lagu Natal juga turut memeriahkan protes ini.

“Silent Night” menggema di malam hari, menambah suasana hangat di tengah suhu dingin.

Solidaritas di Tengah Kerumunan

Demonstrasi ini juga menampilkan sisi solidaritas warga. Sekelompok ibu mendirikan tenda untuk mengganti popok dan menyediakan ruang hangat bagi anak-anak kecil.

Kim Ji-woo, yang membawa anak kembarnya yang berusia 18 bulan, mengatakan ia hadir untuk masa depan generasi muda.

“Saya ingin anak-anak saya menyaksikan sejarah dan tumbuh di negara yang lebih baik,” ujarnya, seperti diberitakan AFP.

Sementara itu, Kim Deuk-yun (58), yang biasanya menghabiskan akhir pekan untuk mendaki gunung, memilih bergabung dalam aksi.
“Mendaki adalah hobi saya, tetapi hari ini saya di sini untuk mendukung sesama warga negara,” katanya sambil mengibarkan bendera komunitas pendaki.

Tak ketinggalan, Cho Hyun-woo, yang naik kereta pertama dari Busan, menyebut keikutsertaannya sebagai bentuk tanggung jawab.
“Ini tugas saya sebagai warga negara. Saya tidak perlu berpikir dua kali,” ujarnya tegas.

Pemakzulan dan Harapan Baru

Meskipun pemungutan suara hari itu membutuhkan dukungan dari anggota parlemen partai Yoon, sebanyak 12 orang dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) akhirnya memilih mendukung pemakzulan.

Dengan keputusan ini, Presiden Yoon Suk-yeol resmi diskors dari jabatannya sementara Mahkamah Konstitusi memutuskan nasibnya. Mahkamah memiliki waktu hingga 180 hari untuk menentukan apakah pemakzulan ini sah atau tidak.

Namun, di tengah kemenangan ini, para demonstran merasa lega dan percaya diri. “Saya yakin Mahkamah Konstitusi akan memihak rakyat,” kata Kim In-jeong (32).

Kim yang mengaku sulit tidur sejak pengumuman darurat militer, akhirnya merasa lega. “Hari ini, saya bisa tidur dengan tenang untuk pertama kalinya. Saya merasa aman,” tutupnya.

Editor: PARNA

Sumber: kumparan

 

Exit mobile version