Pemerintah akan tetap melangsungkan penerapan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Namun, tarif PPN 12 persen hanya dipungut dari barang-barang mewah saja. Hal ini telah ditegaskan Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka pada Jumat (6/12/2024) malam.
“PPN adalah undang-undang ya kita akan melaksanakan tapi selektif hanya untuk barang mewah,” ujar Prabowo dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (8/12/2024).
Prabowo memastikan, kenaikan tarif PPN tidak akan dikenakan kepada barang-barang yang menjadi kebutuhan masyarakat luas agar daya beli terjaga.
“Untuk rakyat yang lain kita tetap lindungi, sudah sejak akhir 23 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela membantu rakyat kecil,” ucapnya. “Jadi kalaupun naik itu hanya untuk barang mewah,” tegasnya.
Namun di sisi lain, pemerintah juga memberikan insentif pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk pembelian mobil.
Pemerintah juga memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah maupun apartemen. Kedua insentif fiskal ini berakhir akhir tahun ini dan rencananya akan diperpanjang pada 2025.
Hal ini sempat diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto beberapa waktu lalu.
“Di tahun ini kan ada PPnBM untuk otomotif, kemudian ada PPN untuk perumahan. Nah ini lagi dimatangkan, seminggu nanti kita umumkan untuk tahun depan,” ucap Airlangga saat ditemui di kantornya, Rabu (4/12/2024).
Menjawab kontradiksi kebijakan itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan, pemberian insentif fiskal itu bukan untuk mengkompensasi kenaikan tarif PPN untuk barang mewah.
“Enggak (kontradiktif), insentif fisikal itu memang untuk menjaga pertumbuhan kita. Jadi sektor sektor yang dipilih yang memang berkontribusi besar terhadap PDB, yang properti, otomotif, sektor padat karya.
Jadi bukan semata-mata merespons itu (PPN 12 persen),” jelas Susi saat ditemui di kantornya, Jumat (6/12/2024).
Susi mengungkapkan, pemberian insentif fiskal PPN DTP dan PPnBM DTP murni untuk mendorong daya beli masyarakat di sisa tahun ini dan Kuartal I 2025.
Mengingat sampai dengan kuartal III 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5,03 persen alias masih di bawah target pertumbuhan ekonomi tahun 2024 yang sebesar 5,1 persen akibat pelemahan daya beli masyarakat.
Demikian juga dengan daya beli masyarakat yang perlu digenjot pada tahun depan agar target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen bisa tercapai.
“Di tahun depan tetap perlu dorong di Kuartal I-nya. Karena Kuartal I itu dengan transisi kelembagaan yang masih perlu waktu, bisa jadi nanti government spending juga belum bisa penuh di Kuartal I, transfer ke daerah juga pasti masih belum ini,” kata Susi.
“Jadi konteksnya lebih banyak memang untuk dorong pertumbuhan juga, bukan hanya semata-mata merespons,” tegasnya.
Editor: PARNA
Sumber: kompas.com