Direktur Utama BTN, Nixon L.P. Napitupulu mengusulkan program Rumah Desa yaitu berupa kredit untuk pembangunan atau renovasi rumah. Hal ini dilakukan karena rumah tidak layak huni masih kerap ditemukan di perdesaan.
Nixon menuturkan, melalui skema tersebut nantinya cicilannya sekitar Rp 480.000 per bulan dan bisa diangsur hingga 30 tahun.
“Nah itu angsurannya kalau bisa 30 tahun cuma Rp 480.000 (per bulan). Ini sangat affordable buat masyarakat di desa,” katanya kepada wartawan di Menara BTN, Jakarta Pusat, Jumat (29/11/2024).
Rencananya, kredit yang akan diberikan limitnya mencapai Rp 75 juta per rumah. Nantinya, renovasi bisa dilakukan dengan bantuan subkontraktor atau anggota asosiasi perumahan.
“Rumahnya direnov, kan tanahnya udah ada nih. Jadi juga nggak mungkin developer menjangkau terlalu banyak juga sehingga pakai subkon pakai orang-orang asosiasi perumahan ini membangunkan (rumah). Limit tiketnya bisa Rp 75 juta, kalau (dicicil) 30 tahun itu kita udah exercise angsurannya cuma Rp 480.000-an,” tuturnya.
Nixon sempat menyebutkan bahwa sebanyak 30% aplikasi pengajuan KPR subsidi ditolak. Hal itu karena SLIK OJK-nya merah akibat pinjaman online (pinjol).
“Izin pinjol yang disampaikan teman-teman terkait dengan SLIK OJK. Sehingga bahkan udah ada yang bilang ke saya, 30% aplikasi developer yang diajukan ke developer untuk beli rumah KPR subsidi hari ini ditolak karena memiliki SLIK OJK merah karena pinjol,” tuturnya.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae mengungkapkan SLIK OJK pada dasarnya membantu sistem perbankan untuk memastikan calon nasabah bisa melakukan kredit. Namun, apabila SLIK OJK tersebut merah karena pinjol bukan alasan utama pengajuan kredit ditolak. Keputusan tetap pada penilaian masing-masing bank.
“Misalnya dari 30% (nasabah yang terhalang KPR) kita lihat dulu alasan penolakannya itu. Data (riwayat pinjol) datang dari pinjol atau banknya,” kata Dian.
Dian menegaskan masalah riwayat pinjol bisa terselesaikan dengan sendirinya. Salah satu caranya dengan menghapus pembukuan dan tagihan utang.
Cara ini sudah biasa dilakukan pada bank swasta, tetapi untuk bank BUMN cukup sulit karena berbenturan dengan regulasi.
“Tapi karena Bank BUMN, karena ada kata-kata yang bisa merugikan negara, tentu isu ini harus diadjust bagaimana seharusnya gitu. Sehingga kalau kita sih ingin melihatnya Bank BUMN ke depan itu lebih fleksibel ya, lebih market mechanism gitu, sehingga dia bisa ambil keputusan seperti hal-nya juga Bank swasta gitu. Kalau dia harus hapus buku ya hapus buku, hapus tagihan hapus tagihan. Ya itu berdasarkan judgement-nya,” paparnya.
Namun, kedua skema penghapusan ini tidak berlaku bagi nasabah yang mengambil pinjol dari jasa keuangan yang ilegal. OJK tidak bisa membantu kecuali dia sudah membayar dan melaporkannya jika pinjol tersebut sudah dilunasi.
Editor: PARNA
Sumber: detik.com