Israel buka suara beberapa jam setelah Hizbullah di Lebanon menetapkan Naim Qassem sebagai pemimpin baru mereka menggantikan Hassan Nasrallah yang tewas dalam serangan di Beirut, Lebanon, 27 September lalu.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengisyaratkan bahwa Israel akan segera mengincar dan mengeksekusi Qassem seperti pendahulunya dan beberapa petinggi milisi lain di Timur Tengah selama beberapa bulan terakhir.
Dalam kicauannya yang lain, Gallant juga menegaskan pasukan Israel di Lebanon selatan terus melakukan operasi membongkar dan menghancurkan infrastruktur Hizbullah.
“Infrastruktur ini digali oleh Hizbullah beberapa tahun lalu di tengah-tengah populasi sipil di sebuah desa di Lebanon selatan. Infrastruktur dan bahan peledak tersebut telah dinetralkan dan dihancurkan,” demikian pernyataan IDF seperti dikutip CNN.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Politik Hizbullah, Mahmoud Komati, mengatakan terpilihnya Naim Qassem sebagai ketua baru Hizbullah menunjukkan keteguhan struktur kepemimpinan kelompok tersebut.
Komati menegaskan bahwa pernyataan Gallant “tidak membuat Hezbollah gentar” dan kelompoknya itu akan terus melancarkan perlawanan (resistensi) terhadap penjajah dan “pelaku genosida”.
Hizbullah resmi menunjuk Naim Qassem sebagai pemimpin baru pasca kematian Hassan Nasrallah pada Selasa siang.
“Dewan Syura Hizbullah sepaat untuk memilih Naim Qassem sebagai Sekretaris Jenderal Hizbullah,” demikian pernyataan Hizbullah.
Naim Qassem merupakan tokoh senior Hizbullah selama lebih dari tiga dekade. Sebelum didapuk menjadi pemimpin tertinggi, Qassem merupakan wakil Nasrallah.
Dilansir dari Al Jazeera, pria kelahiran 1953 itu sudah lama menjadi salah satu juru bicara utama Hizbullah yang sering melakukan wawancara dengan media asing, termasuk saat konflik Hizbullah-Israel di perbatasan membara setahun terakhir.
Naim Qassem menjadi sosok pertama di Hizbullah yang menyampaikan pidato resmi usai Nasrallah tewas dalam serangan udara Israel pada 27 September.
Ia tercatat baru tiga kali tampil di depan publik yaitu pada 8 Oktober pasca Safieddine dikabarkan diserang Israel, pada 30 September usai kematian Nasrallah, dan pada 15 Oktober.