Terpidana pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan dalam kasus kopi sianida, Jessica Kumolo Wongso bersikeras tidak melakukan perbuatan tersebut, Rabu (9/10/2]24).(KOMPAS.com/Syakirun Ni’am)

Jessica Kumala Wongso, terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin, kembali mengajukan peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung (MA).

Ditemani kuasa hukumnya, Otto Hasibuan, Jessica datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menyerahkan berkas-berkas PK yang dibutuhkan.
Meski masih trauma dengan pengadilan, Jessica menapaki lorong-lorong di depan ruang sidang yang dulu pernah menjatuhkan vonis kepadanya.
Kuasa hukum Jessica, Otto mengatakan, alasan mereka kembali mengajukan PK karena Jessica meyakini kalau dirinya tidak bersalah dalam kasus pembunuhan Mirna.
“Hari ini kita gunakan kesempatan itu (mengajukan PK) karena dia (Jessica) ingin membuktikan dia tidak merasa melakukan perbuatannya. Tapi, faktanya kan dia dihukum,” kata kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (9/10/2024).
Untuk memperkuat klaim ini, tim hukum Jessica sudah mengumpulkan sejumlah novum atau bukti-bukti baru yang diyakini dapat membuktikan kalau hakim telah khilaf dalam menjatuhkan vonis pada tahun 2016 silam.
Bukti rekaman CCTV Otto mengatakan, novum yang mereka ajukan berupa rekaman CCTV yang ada di lokasi tempat kejadian tewasnya Mirna, yaitu Kafe Olivier, Grand Indonesia.
Saat persidangan, CCTV yang diperlihatkan oleh jaksa ditolak sepenuhnya oleh pihak Jessica karena rekaman itu disebutkan tidak jelas asal usulnya.
Otto menyebutkan, dalam perkara ini tidak ada saksi mata yang menyaksikan proses pembunuhan terjadi. Alhasil, rekaman CCTV dijadikan alat untuk membuktikan dakwaan yang dijatuhkan pada Jessica.
Kini, tim hukum Jessica mengeklaim kalau ada bukti-bukti kuat yang bisa menunjukkan kalau rekaman CCTV yang dulu ditampilkan ke hakim telah direkayasa.
“Ada 37 gambar (rekaman) yang berubah. Yang aslinya high definition berubah menjadi standard definition. Pixel-nya juga berubah semua,” ujar Otto.
Berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) saksi ahli bernama Christopher, rekaman CCTV awalnya memiliki resolusi tinggi, yakni 1920×1080 pixel.
Namun, dalam persidangan, beberapa rekaman yang ditampilkan hanya memiliki resolusi 960×576 pixel atau kurang dari setengah aslinya. Hal ini terlihat dalam rekaman CCTV 9 yang terbagi menjadi dua segmen. Segmen pertama dari pukul 15.35-16.59 WIB, saat penyajian “vietnam ice coffee”, masih dalam kualitas high definition.
Namun, segmen kedua, yakni dari pukul 16.59-18.25 WIB, saat Mirna meminum kopi, video rekaman menunjukkan penurunan kualitas.
“Pada segmen kedua di jam 16.59 WIB dan jam 18.25 WIB, waktu vietnam ice coffee telah diminum oleh Mirna, terjadilah penurunan kualitas pada CCTV itu,” jelas Otto.
Editor: PARNA
Sumber: kompas.com