ilustrasi (Edi Wahyono/detikcom)

Komnas Perempuan meminta pemerintah memberi perhatian penuh terhadap korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Komnas Perempuan minta agar prinsip non-punishment diterapkan terhadap korban perdagangan orang.

“Sejauh ini dalam pengamatan Komnas Perempuan, Indonesia sebagai negara ASEAN yang terikat atas prinsip tersebut belum mengimplementasikannya dengan baik. Hal ini terindikasi masih ada kasus kriminalisasi bahkan menghukum mati Warga negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang menjadi korban TPPO terutama terkait kejahatan narkotika,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani, dalam keterangannya, Kamis (1/8/2024).

Komnas Perempuan menilai prinsip ini mengandung ketentuan korban perdagangan orang tidak dipidana ketika yang bersangkutan melakukan tindak pidana karena dipaksa oleh pelaku perdagangan orang.

Dijelakasn, prinsip ini tidak menawarkan kekebalan menyeluruh, melainkan jadi alat penting untuk perlindungan korban dan proses peradilan pidana yang berbasis hak asasi manusia dalam penanganan kasus tindak pidana perdagangan orang.

Tiasri berharap prinsip menjadi upaya penyelamatan maksimal terhadap korban TPPO WNI yang dikriminalisasi di luar negeri. Dia mengatakan Indonesia merupakan salah satu negara yang belum memiliki prosedur operasi standar nasional untuk mengidentifikasi korban perdagangan orang.

“Sehingga menjadi salah satu kendala terbesar untuk mengimplementasikan prinsip non-punishment bagi korban perdagangan orang,” terangnya.

Implementasi prinsip non-punishment berdasarkan Pasal 18 UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang di mana keberlakuannya memiliki keterkaitan dengan ‘daya paksa’ dan dasar penghapus pidana. Prinsip dan pendekatan dinilai dapat menempatkan seseorang tidak dianggap korban perdagangan orang atau korban dapat dikiriminalisasi jika tidak terbukti unsur paksaan atau ancaman dari pelaku perdagangan orang.

“Sehingga dalam ketentuannya Indonesia mengabaikan kemungkinan kondisi adanya manipulasi psikis yang sangat halus yang rentan terjadi pada perempuan dan anak yang sangat banyak terjadi dalam kasus perdagangan orang,” Komisioner Komnas Perempuan Satyawanti Mashudi menambahkan.

Komnas Perempuan mencatat sepanjang 2023 menerima aduan 8 perempuan PMI yang menjadi korban perdagangan orang dan mengalami kekerasan ketika bekerja di Arab Saudi.

Selain pekerja migran, kerentanan perdagangan orang paling buruk bisa dialami kelompok pengungsi di Indonesia. Hal itu disebabkan Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi.

Adapun pekerja rumah tangga yang mengalami kerentanan menjadi korban perdagangan orang. Kasus PRT yang terungkap adalah melompat dari lantai atas rumah majikan.

“Oleh karenanya, tidak disahkannya Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) justru akan menghambat pelindungan terhadap PRT yang selama ini sangat rentan menjadi korban TPPO,” kata Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy.

Komnas Perempuan mendorong pemerintah memberikan perhatian penuh untuk dapat memenuhi hak keadilan bagi korban perdagangan orang yang selama ini dikriminalkan bahkan diberi hukuman mati.

Pada tingkat global, persoalan perdagangan orang menjadi perhatian yang tiap tahunnya diperingati 30 Juli sebagai Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia. Momen ini menjadi krusial mengingat TPPO merupakan extraordinary crime (kejahatan luar biasa).

Editor: PARNA
Sumber: detik.com