Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti masalah overkapasitas di lapas dan rutan. Merespons itu, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) menyiapkan beberapa langkah strategis untuk mengatasi overkapasitas tersebut.
Ketua Kelompok Kerja Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Deddy Eduar Eka Saputra menyebut langkah pertama adalah pembangunan lapas atau rutan baru. Menurutnya, saat ini lapas/rutan/LPKA di Indonesia berjumlah 530 di seluruh Indonesia.
“Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, idealnya Rutan dan Lapas masing-masing dibangun di setiap kabupaten/kota. Dengan jumlah kabupaten/kota di seluruh Indonesia ada 514, kebutuhan total Lapas dan Rutan setidaknya berjumlah 1.028,” kata Deddy dalam keterangannya, Senin (1/7/2024).
Langkah kedua, mengoptimalkan pemberian hak bersyarat, seperti remisi, asimilasi, dan reintegrasi sosial (pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas) secara online melalui SDP (sistem teknologi informasi pemasyarakatan yang terintegrasi antara UPT, Kantor Wilayah dan Ditjen Pas).
“(Ketiga) Memastikan program pembinaan dan pembimbingan tepat sasaran dan tepat manfaat agar warga binaan (tambahan: klien) tidak mengulangi tindak pidananya lagi atau residivis saat sudah kembali ke tengah masyarakat, termasuk dalam masa reintegrasi sosial,” ucapnya.
Langkah terakhir adalah penerapan keadilan restoratif (restorative justice). Saat ini, kata Deddy, Ditjen Pas tengah menyiapkan pelaksanaan pidana alternatif sebagai salah satu amanat KUHP terbaru.
“Meskipun KUHP baru akan diberlakukan tahun 2026, Ditjen Pas telah bekerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya untuk melakukan piloting agar tidak semua tindak pidana harus dihukum dengan penjara, seperti pada sistem peradilan pidana anak. Nantinya, ada pidana alternatif, seperti pidana kerja sosial atau pidana pengawasan yang diharapkan mengurangi beban overcapacity di lapas/rutan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyoroti masalah overkapasitas di lapas dan rutan sehingga menimbulkan sempitnya ruang tahanan.
“Terus terjadinya over kapasitas. Kondisi permasalahan semakin sempitnya ruang hunian itu sudah pasti,” kata Boyamin dalam rapat dengan Komite I DPD RI di gedung DPD RI, Jakarta, Senin (1/7). Rapat ini membahas inventarisasi materi pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang pemasyarakatan.
Boyamin mencontohkan sampai ada yang tidur dalam kondisi duduk. Overkapasitas itu juga disebabkan tahanan yang masuk lebih banyak daripada tahanan yang bebas.
“Jadi yang tidur itu harus sampai ada yang duduk. Dan tidurnya gantian. Setiap 3 jam gantian, karena kalau untuk tidurnya juga susah. Jadi bebas lima yang masuk tujuh, atau sepuluh atau dua belas,” ucapnya.
Editor: PARNA
Sumber: detik.com