Ilustrasi Myeongdong. Korea Selatan menjadi negara dengan tingkat resesi seks paling tinggi di dunia.(KOMPAS.com / NI PUTU DINANTY)

Penomena resesi seks atau kecenderungan menunda pernikahan dan memiliki anak, semakin menjadi perhatian di beberapa negara Asia Timur, termasuk Thailand, Jepang, Korea Selatan, dan China.

Fenomena ini membawa dampak signifikan terhadap populasi negara-negara tersebut, dengan penurunan jumlah kelahiran yang berujung pada berkurangnya populasi.

Thailand: Pilih Kucing Daripada Anak

Di Thailand, resesi seks telah menyebabkan penurunan populasi secara signifikan.

Sebuah survei yang dilakukan oleh National Institute of Development Administration (NIDA) pada September 2023 mengungkapkan bahwa 44 persen responden kurang berminat memiliki anak.

Alasan utama yang disampaikan adalah biaya pengasuhan anak yang tinggi serta ketidakinginan untuk terbebani oleh kewajiban mengasuh anak.

Bahkan, beberapa pasangan lebih memilih mengadopsi kucing sebagai pengganti anak. Kekhawatiran akan dampak kondisi sosial saat ini terhadap anak-anak juga menjadi faktor yang mendorong keputusan ini.

Jepang: Aplikasi Kencan untuk Mendorong Pernikahan

Di Jepang, pemerintah berupaya untuk mengatasi resesi seks melalui inovasi teknologi.

Pemerintah Kota Tokyo berencana meluncurkan aplikasi kencan yang mengharuskan pengguna menyerahkan dokumen-dokumen legal yang membuktikan status lajang mereka dan menandatangani surat pernyataan bersedia menikah.

Aplikasi ini, yang telah diuji coba secara gratis sejak akhir tahun lalu, juga mengharuskan pengguna untuk mengungkapkan gaji mereka dengan menyertakan slip sertifikat pajak sebagai bukti gaji tahunan.

Langkah ini diambil sebagai respons terhadap menurunnya angka kelahiran di Jepang, yang diperparah oleh fakta bahwa mengungkapkan gaji kepada pasangan potensial di aplikasi kencan adalah hal lumrah di Jepang.

Korea Selatan: Angka Kelahiran Terendah di Dunia

Korea Selatan menghadapi ancaman kekurangan penduduk dengan angka kelahiran terendah di dunia.

Pada tahun 2023, negara ini mencatatkan total fertility rate (angka kelahiran total) sebesar 0,72, yang berarti seorang perempuan di Korea Selatan melahirkan kurang dari satu anak selama masa reproduksinya.

Jika kondisi ini terus berlangsung, diperkirakan Korea Selatan akan kehilangan separuh populasinya dalam 75 tahun mendatang.

Fenomena ini menjadi perhatian serius mengingat jumlah penduduk yang menua semakin banyak, sementara generasi muda yang lahir semakin sedikit.

China: Dampak Pandemi dan Penurunan Angka Kelahiran

China juga tidak terlepas dari fenomena resesi seks. Menurut laporan Reuters, populasi di negara ini mengalami penurunan pada periode 2022-2023 akibat rendahnya angka kelahiran dan dampak pandemi Covid-19.

Biro Statistik Nasional China melaporkan bahwa jumlah total penduduk turun sebanyak 2,08 juta jiwa, sehingga populasi negara ini menjadi 1,409 miliar jiwa pada tahun 2023.

Penurunan ini lebih besar dibandingkan penurunan populasi sebesar 850.000 jiwa pada tahun 2022.

Fenomena resesi seks di negara-negara Asia ini membawa berbagai implikasi sosial dan ekonomi. Penurunan populasi berdampak pada berkurangnya angkatan kerja produktif, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, peningkatan jumlah penduduk lanjut usia tanpa adanya regenerasi yang memadai dapat membebani sistem kesejahteraan sosial dan kesehatan.

Editor: PARNA

Sumber: kompascom