Wabah bakteri “pemakan daging” atau Necrotizing fasciitis dilaporkan sedang merebak di Jepang.
Diketahui lebih dari 1.000 kasus dilaporkan terjadi di Jepang selama 6 bulan pertama di tahun 2024. Dikutip dari columbiadoctors.org, Necrotizing fasciitis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Infeksi penyakit ini disebut “pemakan daging” karena dampaknya dapat menghancurkan kulit, lemak, dan jaringan yang menutupi otot dalam waktu sangat singkat.
Necrotizing fasciitis sangat jarang terjadi namun serius. Banyak orang yang terkena necrotizing fasciitis berada dalam kondisi sehat sebelum terkena infeksi.
Faktor risiko bakteri “pemakan daging”
- Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.
- Memiliki masalah kesehatan kronis seperti diabetes, kanker, atau penyakit hati atau ginjal.
- Memiliki luka di kulit Anda, termasuk luka operasi.
- Baru saja menderita cacar air atau infeksi virus lain yang menyebabkan ruam.
- Gunakan obat steroid yang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Kasus infeksi bakteri “pemakan daging” memiliki nama ilmiah streptococcal toxic shock syndrome (STSS).
Sembilan WNA Terserang DBD di Gili, Pencegahan Semakin Intensif Artikel Kompas.id Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Jepang telah mengumumkan adanya lonjakan kasus infeksi bakteri tersebut di 2024.
Wabah bakteri pemakan daging disebabkan oleh bakteri bernama Streptococcus pyogenes yang lebih dikenal sebagai streptokokus grup A. Lantas, apa saja gejala awal wabah bakteri “pemakan daging”?
Gejala bakteri pemakan daging Institut Penyakit Menular Nasional Jepang (NIID) mencatat, sekitar 77 orang meninggal dunia akibat terjangkit wabah bakteri “pemakan daging” pada Januari hingga Maret 2024.
NIID juga mengeluarkan peringatan penyakit bakteri “pemakan daging” atau STSS ini dapat menyebabkan kematian dalam hitungan hari sejak gejala muncul. Dilansir dari CDC, berikut gejala bakteri pemakan daging:
1. Gejala awal
- Demam dan menggigil
- Nyeri otot
- Mual dan muntah
2. Gejala lanjutan
Setelah gejala pertama muncul, gejala akan berkembang dengan cepat dalam kurun waktu 24 hingga 48 jam.
Berikut gejala lanjutan penyakit bakteri pemakan daging: Hipotensi (tekanan darah rendah) Kegagalan organ (tanda-tanda lain bahwa organ tubuh tidak berfungsi) Takikardia (denyut jantung lebih cepat dari denyut jantung normal) Takipnea (napas cepat).
Selain itu, penderita yang terinfeksi juga akan mengalami nekrosis, masalah pernapasan, kegagalan organ yang berujung pada kematian.
Direktur infeksi, imunitas dan kesehatan global di Murdoch Children’s Research Institute di Melbourne Australia, Andrew Steer mengatakan, pada kasus tertentu, penderita SSTS sering kali tidak memiliki tanda-tanda peringatan.
“Anda cenderung sehat, dan kemudian menjadi sangat sakit,” kata dia, dilansir dari Independent. Indikasi awal yang bisa dikategorikan sebagai gejala wabah bakteri pemakan daging berupa ruam seperti sengatan matahari.
Dalam waktu 24 hingga 48 jam, tekanan darah akan turun diikuti dengan kegagalan organ dan detak jantung dan pernapasan yang cepat.
Oleh sebab itu, sangat disarankan untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat apabila Anda merasakan gejala-gejala di atas.
Mengenal wabah bakteri pemakan daging di Jepang
Bakteri pemakan daging merupakan penyakit parah yang disebabkan oleh penyebaran bakteri Streptokokus Grup A ke dalam darah dan jaringan dalam.
Secara ilmiah, penyakit bakteri pemakan daging disebut sebagai sindrom syok toksik streptokokus (SSTS).
Dikutip dari CNN, penyakit ini disebabkan oleh bakteri streptococcus pyogenes yang dikenal dengan nama radang A atau streptococcus A. Pada kasus yang jarang terjadi, infeksi streptococcus A dapat menjadi berbahaya ketika bakteri menghasilkan racun dan mengalir ke dalam darah.
Penyakit ini paling sering terjadi pada pasien usia di atas 65 tahun, terutama mereka yang mengalami luka akibat penyakit diabetes atau baru saja menjalani operasi. Kendati begitu, para ahli belum mengetahui bagaimana bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh.
Penularan bakteri pemakan daging
Kementerian Kesehatan Jepang belum mengumumkan secara pasti apa penyebab wabah bakteri “pemakan daging’ merebak di negaranya.
Namun, Kementerian Kesehatan Jepang menyatakan, lonjakan kasus bakteri “pemakan daging” disebabkan karena pelonggaran mitigasi virus Covid-19.
Profesor penyakit menular di Tokyo Women’s Medical University, Ken Kukichi menduga, tingginya kasus bakteri pemakan daging di Jepang disebabkan karena melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat Covid-19.
“Kekebalan tubuh bisa ditingkatkan jika terus menerus terpapar bakteri. Namun mekanisme itu tidak ada selama pandemi virus corona. Jadi, kini semakin banyak orang yang rentan terhadap infeksi, dan itu mungkin menjadi salah satu alasan meningkatnya kasus secara tajam,” kata Kikuchi.
Editor: PARNA
Sumber: kompas.com