Maraknya kasus kekerasan seksual di Indonesia, di antaranya disebabkan belum optimalnya penanganan kasus tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yang dipengaruhi beberapa faktor, yaitu kurangnya pelatihan yang berdampak pada tingkat kompetensi penanganan perkara berperspektif hak asasi manusia (HAM) dan korban, serta pemahaman dan pengetahuan terkait penerapan pasal dan ketentuan lainnya.
Pasal 21 ayat (1 dan 2) UU No.12 Tahun 2022 tentang UU TPKS mengatur bahwa yang menangani perkara TPKS harus memiliki integritas dan kompetensi tentang penanganan perkara yang berperspektif HAM dan Korban, serta telah mengikuti pelatihan dan berpengalaman dalam menangani perkara TPKS. Selain itu, diharapkan juga adanya pendamping korban yang telah mengikuti pelatihan TPKS.
Kolaborasi antar pimpinan K/L adalah salah satu faktor keberhasilan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan penanganan TPKS. Sebab, peserta pelatihan tidak hanya aparat penegak hukum (APH), tapi juga tenaga layanan pemerintah dan tenaga layanan pada lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat (Pasal 7 Perpres No. 9 Tahun 2024).
Pelatihan penanganan TPKS harus didukung dengan metode yang sesuai. Berdasarkan Pasal 8 Perpres No. 9 Tahun 2024, penyusunan kurikulum, metode, dan modul pelatihan dilaksanakan dengan mengikutsertakan kementerian bidang hukum dan HAM, lembaga penegak hukum, lembaga peradilan, dan K/L terkait lainnya. Sehingga, sangat jelas bahwa pimpinan K/L harus bersinergi secara efektif dalam penyelenggaraan pelatihan penanganan TPKS.
Data-data TPKS juga perlu disinkronkan melalui integrasi data bersama K/L. Oleh karena itu, selain implementasi penyelenggaraan pelatihan, keterpaduan dalam penanganan TPKS juga perlu ditingkatkan secara terintegrasi.
Strategi penyelenggaraan pelatihan TPKS yang efektif dan terpadu akan berkontribusi dalam: 1) meningkatkan pemahaman terkait pencegahan dan penanganan TPKS: dan 2) membentuk sikap, perilaku, dan keterampilan peserta pelatihan dalam pencegahan dan penanganan TPKS yang lebih baik (pasal 3 ayat 1 dan 2 Perpres No. 9 Tahun 2024).
Dr. Jean Calvijn Simanjuntak, S.I.K., M.H
Editor: PARNA