Pojok Batam

Strategi Penguatan Mekanisme Restorative Justice

Foto: Kombes Jean Calvijn Simanjuntak (Foto: dok. Pribadi)

Film ‘The Unforgivable’ sangat bagus untuk menjelaskan pentingnya restorative justice dalam menangani tindak pidana. Ruth Slater terpaksa mendekam di penjara untuk melindungi adiknya yang membunuh seorang polisi.

Setelah mendapatkan bebas bersyarat, Ruth Slater menjalani kehidupan yang sulit karena mendapat penolakan dari masyarakat yang menganggapnya masih sebagai pembunuh. Dia sulit mendapatkan pekerjaan, sering dikucilkan dan dipandang sinis oleh masyarakat sekitar tempat tinggalnya.

Masa hukuman penjara ternyata tidak membebaskannya dari rasa bersalah, dan setelah bebas dia tidak bisa reintegrasi kembali dengan keluarga korban maupun dengan masyarakat sekitar. Kisah penghukuman terhadap Ruth Slater merupakan salah satu contoh kegagalan sistem peradilan pidana dalam menangani kejahatan secara komprehensif.

Sistem pemidanaan terhadap pelaku kejahatan telah mengalami perubahan ke arah yang lebih manusiawi. Artinya, tidak lagi mengedepankan penghukuman (punitive), tetapi lebih berorientasi pada pemulihan terhadap korban dan rehabilitasi terhadap pelaku melalui pendekatan restorative justice yang dapat diterapkan pada setiap tahap sistem peradilan pidana.

Restorative justice adalah pendekatan penyelesaian perkara menurut hukum pidana yang menekankan pada penyembuhan dan pemulihan kembali keadaan, bukan pembalasan. Dengan kata lain, fokus restorative justice yaitu memperbaiki kerugian yang disebabkan oleh kejahatan dengan melibatkan korban, melihat pertanggungjawaban pelaku dan mencegah kerugian yang serupa di masa mendatang (Jean Calvijn Simanjuntak, 2023).

Penyembuhan tidak hanya fokus kepada korban tetapi juga terhadap pelaku agar di kemudian hari tidak mengulangi kesalahan atau tidak membuat kejahatan lagi. Konsep penyembuhan dan pemulihan ini berangkat dari paradigma yang memandang kejahatan sebagai “luka dalam hubungan manusia”, dan suatu tindakan yang “menciptakan kewajiban untuk memulihkan dan memperbaiki (Howard Zehr, 2007). Untuk mencapai hal itu, konsep restorative justice menuntut agar korban dan pelaku serta keluarganya, juga anggota masyarakat yang terkena dampak dari suatu kejahatan dilibatkan dalam proses penyelesaian kasus tersebut.

Dalam konteks kasus Ruth Slater di atas, penyembuhan itu penting, tidak hanya terhadap Slater tetapi juga terhadap korban atau keluarganya, juga terhadap masyarakat agar tidak ada lagi dendam. Penerapan restorative justice harus mampu melahirkan saling memaafkan yang tulus, sehingga tercapai perdamaian yang hakiki, dan kehidupan yang harmonis pun tercipta kembali, sehingga pelaku dapat terintegrasi kembali ke dalam komunitas masyarakat. Jika hal ini berhasil dilakukan, maka kejadian kekerasan, pengucilan dan diskriminasi seperti yang dialami oleh Ruth Slater dalam kasus di atas tidak akan terjadi.

Sebagai “gerbang utama” penanganan tindak pidana, kepolisian memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam menerapkan restorative justice. Polri wajib menegakkan hukum secara transparan dan berkeadilan, agar Polri semakin dipercaya dan dicintai masyarakat. Pelaksanaan restorative justice oleh kepolisian telah memberikan kontribusi dalam penghematan anggaran dan percepatan proses penegakan hukum, serta tidak memperburuk kondisi over kapasitas lembaga pemasyarakatan. Lebih dari itu, juga telah membantu meningkatkan kinerja Polri secara keseluruhan.

Korban tidak lagi memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal untuk mendapatkan keadilan, serta mendapatkan pemulihan haknya ketika perkaranya diselesaikan di tingkat penyidikan. Pelaku juga mendapatkan kepastian mengenai waktu penyelesaian perkaranya yang lebih singkat karena tidak perlu dibawa ke pengadilan (Jean Calvijn Simanjuntak, 2023).

Penguatan mekanisme restorative justice ini perlu dilakukan, karena memiliki dampak signifikan, yaitu: 1) berorientasi pada pemulihan dan perlindungan korban; 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan adanya pengembalian hak korban dan penggantian oleh pelaku; 3) dapat mencerdaskan kehidupan masyarakat melalui keterlibatan langsung pada mekanisme restorative justice; dan 4) dapat mengkelasduniakan pelayanan Polri khususnya di bidang hukum dan sosial. Penguatan mekanisme restorative justice merupakan langkah yang penting dalam transformasi sistem peradilan pidana di Indonesia, terutama untuk mewujudkan keadilan hukum yang humanis dan bermartabat.

Penulis adalah perwira menengah (pamen) Polri Dr. Jean Calvijn Simanjuntak, S.I.K., M.H.

 

Exit mobile version