Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengungkap langkah-langkah yang dilakukan untuk “melindungi” rakyatnya dari potensi bahaya kecerdasan buatan (AI). Bagaimana dengan Indonesia?

Salah satu langkah yang akan dilakukan pemerintah AS adalah menghadirkan kebijakan yang membentuk bagaimana badan-badan federal mendapatkan dan menggunakan sistem AI.

Langkah ini dapat secara signifikan memengaruhi pasar untuk produk AI dan mengontrol bagaimana orang Amerika berinteraksi dengan AI di situs web pemerintah, di pos pemeriksaan keamanan, dan di berbagai situasi lainnya.

Kemudian, pemerintah AS juga akan menyertakan penilaian baru terhadap sistem AI yang telah dirilis untuk memastikan sistem yang diluncurkan para perusahaan tersebut aman digunakan oleh publik.

Selain itu, National Science Foundation juga akan menggelontorkan dana sebesar US$140 juta atau sekitar Rp2,05 triliun untuk mempromosikan penelitian dan pengembangan AI.

Dana tersebut akan digunakan untuk menciptakan pusat-pusat penelitian yang berupaya menerapkan AI pada isu-isu seperti perubahan iklim, pertanian, dan kesehatan masyarakat.

Sederet langkah tersebut muncul pada hari yang sama ketika Wakil Presiden Kamala Harris dan pejabat pemerintahan lainnya bertemu dengan CEO Google, Microsoft, OpenAI, dan Anthropic untuk menekankan pentingnya pengembangan AI yang beretika dan bertanggung jawab.

Pertemuan ini juga bertepatan dengan penyelidikan pemerintah Inggris yang diluncurkan pada Kamis (4/5) tentang risiko dan manfaat AI.

“Perusahaan teknologi memiliki tanggung jawab mendasar untuk memastikan produk mereka aman dan terjamin, dan bahwa mereka melindungi hak-hak orang sebelum digunakan atau dipublikasikan,” kata seorang pejabat senior pemerintah AS, dikutip dari CNN.

Lebih lanjut, langkah pemerintah AS ini juga muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran perangkat AI dirilis terlalu cepat dan dapat membahayakan manusia.

Sejumlah ahli termasuk mereka yang terlibat dalam pembuatan sistem semacam itu telah memperingatkan kegagalan dalam mengatur sistem tersebut dapat membahayakan keselamatan.

Bagaimana dengan Indonesia?

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong menyebut pengawasan penggunaan AI untuk saat ini akan menggunakan aturan yang sudah tersedia, seperti Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi.

“Kita pakai UU dan aturan yang tersedia, misalnya UU ITE, UU PDP, PP 71/2019, dan Permenkominfo Nomor 5/2020,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (5/5).

Begitu pula dengan edukasi, Kominfo akan menggunakan program literasi digital yang dimilikinya untuk memberikan edukasi terkait AI.

“Kita punya program literasi digital. Kita edukasi lewat program tersebut,” katanya ketika ditanya soal konten hoax yang mungkin dihasilkan oleh AI.

Lebih lanjut, Usman mengatakan pihaknya masih akan menggunakan program dan perangkat yang sudah ada untuk mengawal perkembangan teknologi AI sambil melihat bagaimana teknologi ini berkembang.

“Sementara begitu sambil kita lihat perkembangan,” pungkasnyaa.

Editor:  PARNA

Sumber: cnnindonesia.com