Warganet belum lama ini digegerkan dengan video syur yang menampilkan perempuan yang dianggap mirip dengan aktris Rebecca Klopper. Banyak yang menyebut bahwa Rebecca mengalami ‘revenge porn’. Apa itu revenge porn?

Melansir Britton Time, istilah revenge porn mengacu pada penyebarluasan materi pribadi dan eksplisit secara seksual dari seseorang tanpa persetujuan mereka. Informasi pribadi juga dapat menyertai foto atau video, misalnya, nama atau alamat subjek.

Tak hanya secara online, seseorang dapat melakukan revenge porn dalam bentuk offline.

Misalnya, pelaku dapat menyebarkannya melalui teks atau aplikasi pesan instan seperti WhatsApp atau email, diunggah ke internet di situs pornografi atau forum, ditunjukkan kepada seseorang secara fisik, hingga dicetak atau diunduh ke disk digital dan didistribusikan.

Biasanya,revenge porn akan melibatkan salah satu pasangan, atau mantan pasangan, yang menyebarkan foto-foto pasangannya. Pelaku mungkin sering menganggap hal ini sebagai ‘pembalasan’ atas kesalahan yang dituduhkan.

Revenge porn ini dapat menimbulkan konsekuensi yang parah bagi para korbannya, yang berpotensi menyebabkan:
– kecemasan,
– depresi,
– gangguan stres pasca trauma (PTSD),
– kesulitan dalam hubungan saat ini atau di masa depan, dan
– kesulitan dalam pekerjaan saat ini atau di masa depan.

Dalam beberapa kasus, korban dapat kehilangan atau tidak dapat melakukan pekerjaan mereka saat ini, yang dapat menimbulkan konsekuensi finansial.

Hanya saja, beberapa pihak bermasalah dengan pilihan istilah revenge porn untuk menyebut bentuk kekerasan ini dalam upaya peningkatan kesadaran. Hal ini dikarenakan istilah ini sarat dengan implikasi yang berbahaya dan disebut menyesatkan.

Menukil Green Network, Mary Anne Franks, yang karya ilmiahnya berfokus pada pelecehan online, kebebasan berbicara, diskriminasi, dan kekerasan, telah menunjukkan bahwa pelaku revenge porn tidak selalu dimotivasi oleh balas dendam.

Sementara Purple Code, sebuah kelompok feminis yang berbasis di Indonesia, menunjukkan bahwa distribusi gambar-gambar intim tanpa persetujuan, seperti halnya kekerasan berbasis gender lainnya, sering kali dilakukan sebagai upaya untuk melanggengkan hirarki kekuasaan, yaitu kontrol dan dominasi atas korban, bukan balas dendam.

Kata ‘revenge’ juga menyiratkan bahwa korban telah menghasut pelaku dan telah melakukan sesuatu yang layak untuk dibalas. Dengan cara ini, istilah apa itu revenge porn seakan melazimkan budaya menyalahkan korban.

Selain itu, istilah ‘porn’ menyiratkan bahwa mengambil foto diri sendiri dalam keadaan telanjang atau terlibat dalam tindakan seksual (atau mengizinkan orang lain untuk mengambil foto tersebut) pada dasarnya adalah pornografi. Membuat gambar eksplisit dalam konteks hubungan pribadi dan intim seharusnya tidak dianggap sebagai pornografi.

Contoh spesifik dari mantan kekasih yang ‘membalas dendam’ dengan membagikan gambar-gambar intim mungkin merupakan kasus yang paling umum terjadi pada saat istilah ini mulai marak dan yang paling dikenal oleh orang-orang.

Namun, istilah revenge porn sekarang juga digunakan untuk kasus-kasus lain. Banyak pelaku yang bertindak atas dasar keinginan untuk mendapatkan uang, ketenaran, atau hiburan, termasuk peretas, penyebar rekaman kamera yang tersembunyi atau ‘terselubung’, dan orang-orang yang mendistribusikan foto-foto ponsel curian.

Selain itu, pornografi non-konsensual dapat disalahpahami sebagai merujuk pada genre pornografi tertentu yang menampilkan kurangnya persetujuan, dan bahkan pelecehan.

Selain itu, istilah ‘porn’ berisiko mengerotiskan bahaya dari bentuk pelecehan seksual ini. Istilah ini juga mendorong sensasionalisme di media ketika melaporkan kasus-kasus ini.

Itulah penjelasan seputar apa itu revenge porn yang dikaitkan ke kasus video syur yang dianggap mirip dengan Rebecca Klopper.

Editor: PARNA

Sumber: cnnindonesia.com