Isu resesi seks Jepang makin panjang. Sejumlah aktivis wanita buka suara karena merasa dipojokkan.
Pemerintah Jepang mencatat ada kurang dari 800.000 kelahiran di tahun lalu. Angka ini jadi yang paling terendah sejak ada sensus di Jepang.
Fakta lainnya adalah Jepang memiliki rasio tertinggi di Organisation for Economic Co-operation and Development soal wanita usia 50 tahun yang tidak pernah memiliki anak.
Perdana menteri Jepang Fumio Kishida memperingatkan tren ini dan telah memicu banyak artikel soal isu resesi seks.
“Apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat,” ucapnya dikutip dari Channel News Asia.
Lama kelamaan, wanita-wanita Jepang akhirnya gerah dengan isu ini. Mereka merasa dipojokkan karena tidak memiliki anak.
Tomoko Okada, seorang penulis lepas Jepang yang berusia 47 tahun buka suara mewakili banyak wanita. Okada mengatakan bahwa dirinya juga ingin memiliki anak.
“Dulu saya sangat percaya bahwa melahirkan adalah hal yang normal untuk dilakukan. Saya mencoba layanan perjodohan dan berharap menemukan pasangan. Bahkan saya merasa bersalah ketika ayah saya minta cucu,” jelasnya.
Cerita ini pun membuat wanita lain yang buka suara.
“Jangan salahkan wanita atas rendahnya angka kelahiran,” cuirr Ayakon, warga Tokyo berusia 38 tahun.
Dirinya sudah lama menjomblo dan hidup tanpa anak. Ayako mendorong wanita-wanita Jepang agar tidak malu dengan pilihan hidup mereka, apa pun itu.
“Pusat masalahnya adalah peran gender tradisional Jepang,” jelas Ayako.
Sebuah survei pemerintah 2021 menemukan bahwa wanita Jepang menghabiskan waktu empat kali lebih lama untuk pekerjaan rumah dan mengasuh anak. Meskipun sang suami kerja di rumah, namun wanita masih harus melakukannya seakan itu sudah jadi kewajiban wanita saja.
Ayako sendiri mengatakan bahwa dirinya akan dijauhi ketika berbicara tentang isu gender dalam kehidupan nyata.
“Sangat sulit speak up di dunia nyata. Aku merasa wanita akan mendapat kritikan ketika mereka berani mengungkapkan pendapat mereka,” ungkapnya.
Para ahli percaya bahwa angka kelahiran yang menurun adalah masalah yang komplek yang telah mengakar dan bercabang.
Ekonomi dan norma konservatif terus jadi alasan mengapa pasangan enggan memiliki bayi di Jepang.
Kini ada perubahan kebijakan untuk mengurangi kesulitan orang tua di Jepang. Pemerintah telah memperluas tempat penitipan anak.
“Perluasan penitipan anak meningkatkan angka kelahiran, meski ini seringkali hanya sementara,” ujar Takumo Fujinami dari Japan Research Institute.
Editor: HER
Sumber: detiknews