Pisang ternyata menyimpan zat radioaktif. Apakah itu artinya berbahaya untuk manusia?

Mengutip The Conversation, hampir semua benda di sekeliling kita sebetulnya menyimpan zat radioaktif bahkan makanan yang kita makan. Pisang misalnya, mengandung level potasium yang tinggi di mana sedikit zat itu mengandung zat radioaktif.

Namun kita tak perlu panik lantaran radiasi yang berasal darinya sangat kecil, jauh lebih kecil daripada radiasi yang memapari kita setiap hari. Selain itu, radiasi sebetulnya memapari manusia setiap hari.

Radiasi sebetulnya berarti energi yang berjalan dari satu titik ke titik lainnya, baik dalam bentuk gelombang atau partikel. Kita pun hampir setiap hari terekspos radiasi baik dari sumber alami atau buatan.

Contohnya adalah radiasi kosmik dari Matahari dan luar angkasa, radiasi dari bebatuan dan tanah, begitu juga radiasi dari udara yang kita hirup, makanan yang kita makan, air dan sumber alamiah lainnya.

Di sisi lain, radiasi artifisial atau buatan bersumber dari perawatan medis semisal Sinar X, ponsel, dan tiang listrik. Akan tetapi ada miskonsepsi umum yang menyebut radiasi artifisial lebih berbahaya daripada yang muncul dari sumber alami.

Padahal, hal itu tidaklah tepat.

Tidak ada benda yang membuat radiasi artifisial berbeda atau lebih berbahaya daripada radiasi natural. Efek berbahaya radiasi bukan terletak pada sumber melainkan dosisnya.

Selain itu mengutip Science Alert, ada perbedaan antara radiasi dan radioaktivitas, dua kata yang dapat dipertukarkan. Meskipun, kedua kata itu sebetulnya tidaklah sama.

Radioaktivitas merujuk kepada atom tidak stabil yang berada dalam pelapukan radioaktif. Energi yang dilepaskan dalam bentuk radiasi saat atom mencoba untuk mencapai titik stabilnya, atau menjadi non-radioaktif.

Radioaktivitas dari sebuah material menggambarkan tingkat pelapukan itu dan proses yang melapukannya. Alhasil, radioaktivitas bisa dinilai sebagai proses di mana elemen dan material mencoba untuk stabil dan radiasi adalah energi yang dilepaskan akibat dari proses tersebut.

Lebih lanjut, ditinjau dari level energinya, radiasi bisa dibagi ke dalam dua tipe yakni radiasi ionisasi dan non-ionisasi. Radiasi ionisasi punya cukup energi untuk melepaskan elektron dari atom, yang bisa mengubah komponen kimiawi dari sebuah material.

Contoh dari radiasi ionisasi adalah sinar X dan radon (gas radioaktif yang ditemukan pada bebatuan dan tanah).

Di sisi lain, radiasi non-ionisasi punya lebih sedikit energi. Namun ia tetap memicu molekul dan atom yang menyebabkan dua benda itu bergetar cepat.

Sumber umum radiasi non-ionisasi termasuk ponsel, tiang listrik dan sinar ultarviolet dari Matahari.

Apakah semua radiasi berbahaya?

Jawabannya tidak selalu. Kadar berbahaya sebuah radiasi tergantung daripada tipe kekuatan, dan seberapa lama kita terekspos terhadapnya.

Sebagai acuan umum, semakin tinggi level radiasi, semakin cenderung ia berbahaya. Contohnya adalah radiasi ionisasi yang terlalu banyak semisal dari gas radon, bisa merusak jaringan manusia dan DNA.

Selain itu, radiasi non-ionisasi semisal dari sinar Matahari bisa berbahaya jika seseorang terekspos secara intens dalam level yang tinggi. Hal tersebut bisa menyebabkan rasa terbakar, kanker atau kebutaan.

Karena menyimpan potensi berbahaya, para ahli internasional pun telah memberikan panduan untuk memastikan keamanan manusia dan lingkungan.

Untuk radiasi ionisasi, perlu diperhatikan dosisnya agar serendah mungkin. Sementara, untuk radiasi non-ionisasi, paparan radiasinya perlu dijaga agar terus berada di bawah batas aman.

Contohnya adalah peralatan telekomunikasi yang menggunakan frekuensi radio harus beroperasi di bawah standar keamanan itu. Untuk sinar Matahari, bisa digunakan pelindung sunscreen atau pakaian.

Editor: HER

Sumber: cnnindonesia