Dunia menghadapi perubahan iklim yang semakin menantang. Terbaru gelombang panas menghantam beberapa negara di dunia, termasuk tiga poros ekonomi dunia seperti China.

Gelombang panas ekstrem melanda Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China. Hal ini menambah masalah di sektor ekonomi saat pertumbuhannya sudah melambat tajam.

Di Sichuan, China semua pabrik telah diperintahkan tutup selama enam hari demi menghemat listrik. Kapal-kapal yang membawa batu bara dan bahan kimia terus berjuang melakukan perjalanan di sepanjang Sungai Rhine Jerman. Sementara itu, orang-orang yang tinggal di Pantai Barat AS telah diminta untuk menghemat listrik akibat suhu yang terlampau panas.

Efek buruk yang ditimbulkan tergantung pada berapa lama gelombang panas dan kurangnya hujan berlangsung. Di Jerman para ahli memperingatkan dan meminta perusahaan bersiap untuk skenario yang terburuk.

Cuaca ekstrem dapat menghambat perekonomian global. Gelombang panas dapat membuat sungai mengering dan menghambat laju distribusi.

Bukan hanya Sungai Rhein, di seluruh dunia sungai yang mendukung pertumbuhan global, seperti Yangtze, Danube, dan Colorado mulai mengering. Hal ini berdampak pada pergerakan barang, mengacaukan sistem irigasi, dan mempersulit pembangkit listrik dan berhenti menjaga pabrik untuk tetap dingin.

Panas yang sangat terik juga menghambat jaringan transportasi, membebani pasokan listrik, dan mengganggu produktivitas pekerja.

“Kita seharusnya tidak terkejut dengan peristiwa gelombang panas,” kata Bob Ward, direktur kebijakan dan komunikasi di Grantham Research Institute on Climate Change and the Environment London School of Economics.

Menurutya gelombang panas persis seperti yang sudah diprediksi dan telah menjadi tren iklim yang lebih intens di seluruh dunia. Bahkan China menghadapi gelombang panas terberatnya dalam enam dekade, dengan suhu melebihi 40 derajat celcius di puluhan kota.

Selain itu beberapa bagian California mencapai 109 derajat Fahrenheit minggu ini. Awal musim panas ini, suhu mencapai 40 derajat Celcius untuk pertama kalinya di Inggris.

Ekonomi global sudah berada di bawah tekanan. Eropa berisiko tinggi mengalami resesi karena harga energi yang melonjak, dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina. Inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga bank sentral AS membahayakan pertumbuhan di negara tersebut . Sementara China masih bergulat dengan konsekuensi dari yang keras dan krisis real estat.

“Saat ini, kami berada di titik paling sulit dari stabilisasi ekonomi,” kata Perdana Menteri China Li Keqiang minggu ini.

Di Provinsi Sichuan China Pabrik telah menutup produksi minggu ini. Salah satunya adalah pusat pembuat semikonduktor dan panel surya. Penjatahan listrik akan menghantam pabrik milik beberapa perusahaan elektronik terbesar dunia, termasuk pemasok Apple, Foxconn, dan Intel.

Provinsi ini juga merupakan pusat industri pertambangan lithium China. Pemadaman listrik dapat meningkatkan biaya bahan baku, yang merupakan komponen kunci dalam baterai mobil listrik.

Kota tetangga Chongqing, yang terletak di pertemuan sungai Yangtze dan Jialing, juga telah memerintahkan pabrik untuk menangguhkan operasi selama seminggu hingga Rabu depan untuk menghemat listrik.

Prakiraan pertumbuhan ekonomi China tahun ini sudah diturunkan sebagai konsekuensinya. Analis di Nomura memangkas proyeksi 2022 mereka untuk pertumbuhan PDB menjadi 2,8%, jauh di bawah target pemerintah 5,5% – sementara Goldman Sachs memangkas perkiraannya menjadi 3%.

Editor: ARON
Sumber: detikfinance