Ketegangan China vs Taiwan terus memanas setelah Beijing menggelar latihan militer besar-besaran karena marah soal lawatan Ketua DPR Amerika SerikatNancy Pelosi, ke Taipei.

Sejak China memulai latihan militer pada Kamis (4/8), rudal-rudal Negeri Tirai Bambu terus menyasar perairan di dekat Taiwan, bahkan beberapa di antaranya jatuh di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jepang hingga bikin Tokyo gusar.

Melihat situasi yang kian memanas, sejumlah pihak khawatir China nekat meluncurkan invasi ke Taiwan, seperti Rusia yang menyerang Ukraina sejak Februari lalu.

Lantas, apa yang terjadi seandainya Beijing benar-benar memulai perang dengan Taiwan?

Sebagaimana diberitakan NBC News, beberapa pejabat Kementerian Pertahanan AS, anggota Kongres AS, dan pakar politik China sempat menjalankan simulasi perang pada April.

Simulasi ini dilakukan di biro Washington NBC News dan bekerja sama dengan lembaga think-tank Pusat Keamanan Baru Amerika (CNAS).

Dalam simulasi perang tersebut, Beijing diprediksi menginvasi Taiwan pada 2027.

“Kami tidak akan membiarkan mereka [pemerintahan Taiwan] selamat dari tahap awal operasi militer kami. Kami tidak akan membiarkan presiden Taiwan selamat di hari pertama,” kata salah satu pemain kunci strategi militer Beijing dalam simulasi itu.

Untuk mencapai tujuan itu, China diprediksi bakal melakukan banyak kehancuran, bahkan menyerang pangkalan AS di Jepang dan Guam. AS kemudian merespons ini dengan meledakkan pelabuhan China.

Penampakan jet tempur China yang menerobos wilayah pertahanan udara Taiwan (ADIZ). Foto: Xinhua via AP

Tak hanya itu, Australia bakal ikut mengerahkan pasukan melawan Beijing.

Sementara itu, peserta simulasi perang mendapat kesimpulan bahwa jika China menginvasi Taiwan, wilayah Indo-Pasifik bakal masuk dalam perang yang luas, lama, dan termasuk serangan langsung ke AS, yakni wilayah Hawaii dan tanah Amerika sendiri.

“Baik Beijing atau Washington bakal mendapatkan keuntungan setelah pekan pertama konflik, memprediksi bahwa itu bakal menjadi konflik yang berkepanjangan,” kata pakar CNAS, seperti dikutip NBC News.

“Simulasi perang ini mendemonstrasikan seberapa cepat eskalasi konflik dapat terjadi, dengan China dan AS sama-sama melewati batas yang tak ditoleransi,” lanjut para pakar.

Pihak CNAS juga memprediksi eskalasi tersebut dapat membuat China menggunakan senjata nuklir. Bagi China, penggunaan senjata nuklir ini dilakukan karena Beijing memiliki kapasitas terbatas untuk merespons menggunakan senjata konvensional.

Tak hanya itu, simulasi perang yang dilakukan menunjukkan bahwa upaya AS mencegah China menyerang Taiwan gagal. Ini membuat pemberian senjata dari AS ke Taiwan sebelum invasi terjadi menjadi penting, mengingat memasok senjata ke Taipei bakal semakin sulit saat perang terjadi.

Simulasi tersebut juga menyarankan AS, Australia, dan Jepang untuk meningkatkan kemampuan mereka merespons serangan China.

AS juga dinilai perlu memperkuat pangkalan militer mereka di kawasan, pun memiliki lebih banyak senjata jarak jauh dan bisa dikendalikan, pun menambah kemampuan senjata bawah laut mereka.

Dari sisi ekonomi, Kepala Perusahaan Manufaktur Semikonduktor Taiwan (TSMC) Mark Liu menuturkan invasi China dapat membuat perusahaan itu tak dapat beroperasi dan membawa ‘gejolak ekonomi hebat’ bagi kedua negara di Selat Taiwan.

Liu mengungkapkan pandangan ini saat diwawancara Fareed Zakaria dari CNN. Liu juga menuturkan perang antara China dan Taiwan tak bakal memiliki pemenang.

Liu juga menyampaikan konflik Taiwan-China bakal berdampak jauh lebih besar dari industri semikonduktor, pun membawa kehancuran aturan dunia dan mengubah tata letak geopolitik, dikutip dari Focus Taiwan.

Sebagaimana diberitakan Reuters, TSMC bertanggung jawab atas 90 persen produksi cip yang penting untuk perangkat digital dan senjata dunia.

Editor: HER

Sumber: cnnindonesia