Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia, Komjen Reinhard Golose menyambut baik putusan Mahkamah Kontitusi (MK), yang menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terkait isu penggunaan ganja untuk keperluan medis.

Secara pribadi ia mengingatkan, bahwa salah satu alasan penolakan ini terkait Pasal 8 ayat (1) UU 35 tahun 2019 telah dengan tegas menyatakan bahwa Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.

“Saya pribadi menyambut baik putusan MK yang menolak mengenai pengajuan Ganja medis,” tegasnya dalam kunjungan kerja ke Batam, Jumat (22/7/2022).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh BNN RI, diketahui sebanyak 41,6 persen kasus narkotika di Indonesia, merupakan kasus penyalahgunaan narkotika jenis ganja.

Dengan angka ini BNN dengan tegas menolak legalisasi ganja untuk medis karena dikhawatirkan penyalahgunaan ganja tersebut akan tinggi setelah dilegalkan.

“Hasil penelitian kami bahwa persentase penyalahguna ganja di Indonesia mencapai angka 41,6 persen. Sebagian besar dari pengguna tersebut adalah pengguna ganja,” ujarnya.

Tidak hanya itu, dalam ayat selanjutnya yang tertera pada pasal 8 tersebur, juga dijelaskan bahwa dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I baru dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

“Saya selaku kepala BNN bertanggung jawab kepada generasi muda bangsa ini,” ungkapnya.

Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak gugatan ketiga ibu yang memohon agar Narkotika Golongan I, termasuk ganja, diperbolehkan untuk keperluan pengobatan atau terapi kesehatan.

Setelah 11 kali menggelar sidang perkara, MK akhirnya mengumumkan putusan tersebut pada, Rabu (20/7/2022).

Gugatan tersebut diajukan oleh Santi Warastuti, Nafiah Murhayanti, dan Dwi Pertiwi didampingi Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, pada November 2020.

Dalam putusannya, MK menyebutkan “diperlukannya kepastian bahwa Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk keperluan pelayanan kesehatan dan/atau terapi melalui pengkajian dan penelitian”.

Di samping itu, pihaknya mengatakan bahwa narkotika tersebut “berpotensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.”

Dalam keterangannya, dikatakan bagaimana berdasarkan “fakta-fakta hukum yang diperoleh dalam persidangan”, MK belum melihat bukti penelitian yang komprehensif bahwa Narkotika Golongan I diperbolehkan untuk pelayanan kesehatan.

“Dengan belum adanya bukti ihwal pengkajian dan penelitian secara komprehensif tersebut, maka keinginan para Pemohon sulit dipertimbangkan dan dibenarkan oleh Mahkamah untuk diterima alasan rasionalitasnya, baik secara medis, filosofis, sosiologis, maupun yuridis,” bunyi pernyataannya.

Editor: WIL