Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memastikan adanya peretasan dan pemblokiran telepon genggam yang dialami anggota keluarga Brigadir J.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyebut peretasan itu berkaitan dengan tewasnya polisi tersebut.

“Sepanjang kami yang dapat dengan background orang tua, pasti berhubungan [peretasan] dengan ini [kasus kematian Brigadir J],” kata Anam kepada wartawan, Rabu (20/7).

Anam mengaku mendapat informasi peretasan langsung dari keluarga Brigadir J saat Komnas HAM datang ke Jambi untuk meminta keterangan. Ia menyebut informasi yang dikantonginya cukup detail.

“Terkait peretasan kami dapatkan informasi yang cukup detail, kapan terjadi, pada siapa, dan bagaimana, termasuk apakah ada yang hilang atau tidak. Kami mendapat informasi yang cukup untuk itu,” ucapnya.

Keluarga Brigadir J sebelumnya menyebut banyak kejanggalan dalam kasus penembakan antar polisi itu. Polisi menyebut, Brigadir J tewas karena ditembak. Namun, keluarga menemukan luka sayat dan jari putus.

Kapolri telah membentuk tim khusus untuk mengusut insiden tersebut. Selain itu, Komnas HAM juga melakukan penyelidikan secara independen terhadap kasus itu.

Belakangan, keluarga juga menyebut ada peretasan sebelum peristiwa penembakan itu terjadi.

“Pukul 10.00 WIB dia [Brigadir J] masih aktif berkomunikasi melalui telepon dan melalui WhatsApp kepada orang tuanya, khususnya melalui WA keluarga,” kata Kamaruddin Simanjuntak, koordinator tim kuasa hukum keluarga.

Komaruddin menyebut dalam komunikasi tersebut, Brigadir J menyampaikan informasi kepada keluarganya akan mengawal keluarga Sambo yang hendak pulang ke Jakarta.

Dengan asumsi perjalanan memakan waktu selama tujuh jam maka Bigadir J meminta izin keluarganya untuk tidak menghubungi saat bertugas.

Saat komunikasi itu, kata Komaruddin, Brigadir J sedang berada di Magelang, sedangkan orang tua dan keluarganya yang lain sedang berada di Balige, Sumatera Utara untuk berziarah.

Editor: ARON
Sumber: cnnindonesia