Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan kembali alasan partainya tidak bisa membentuk koalisi dengan PKS dan Demokrat.

Dia menyatakan ada perbedaan di beberapa aspek antara PDIP dengan Demokrat dan PKS yang mencakup ideologi dan historis.

“Jadi selain perbedaan ideologi, kami menghormati posisi PKS yang berada di luar pemerintahan. Tetapi untuk bekerja sama dengan PKS, ditinjau dari aspek ideologi, aspek historis, ada hal yang memang berbeda,” kata Hasto, Jumat (25/6/2022).

Mengenai Partai Demokrat, Hasto mengatakan aspek historis antara kedua partai bukan jadi kendala bagi PDIP untuk menjalin koalisi. Akan tetapi, Hasto menyebut masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dulu kerap kali tak sesuai dengan apa yang dijanjikan kepada masyarakat.

Selain itu, dia mengatakan masa pemerintahan SBY dulu pun tak sejalan dengan aspek fundamental yang dipegang oleh PDIP. Mula dari kebijakan politik hingga pertahanan dan luar negeri.

“Dalam disertasi saya juga menunjukkan ada perbedaan fundamental di dalam garis kebijakan politik luar negeri, politik pertahanan yang digariskan dari zaman Bung Karno, zaman Bu Mega, dengan zaman Pak SBY,” ujarnya.

“Berbagai ketegangan terkait dengan radikalisme intoleransi. Jaman Pak SBY, TVRI itu bisa dipakai oleh kelompok yang anti kebhinekaan. Ini kan menjadi catatan kritis dari masyarakat Indonesia,” kata Hasto.

Hasto menegaskan bahwa kerja sama politik harus didahului dengan melihat ideologi, platform dan aspek historis. Atas dasar itu PDIP tidak bisa berkoalisi dengan Demokrat dan PKS.

Berbeda halnya jika ada kegentingan yang memaksa. Misal ketika ada serangan dari negara lain. Hasto mengklaim PDIP bakal menjadi yang terdepan untuk mempersatukan seluruh elemen.

“Tetapi terkait dengan kontestasi pemilu, hal yang rasional apabila ada perbedaan ideologi, perbedaan platform, perbedaan skala prioritas,” ucap Hasto.

Sebelumnya, Hasto menyebut PDIP tidak bisa berkoalisi dengan Demokrat dan PKS yang suka melakukan kamuflase politik. Dia mengatakan itu di sela Rakernas PDIP pada Kamis lalu (23/6).

“Pendukung PDIP ini rakyat wong cilik yang tidak suka berbagai bentuk kamuflase politik. Rakyat apa adanya. Rakyat yang bicara dengan bahasa rakyat sehingga aspek historis itu tetap dilakukan,” katanya.

Kepala Bappilu DPP Demokrat Andi Arief lalu angkat suara. Menurutnya, sikap PDIP itu sama saja mengingkari prinsip gotong royong yang kerap kali digaungkan. .

“Terus terang kita sedang membayangkan PDIP sepenuhnya mempraktekkan toleransi, tidak diskriminatif dan gotong royong, dalam membangun negeri yang demikian besar,” kata Andi.

“Jika suatu saat PDIP jatuh terkilir, tentu kita akan tetap mengajak bergabung bersama membangun di lapangan yang luas bernama Indonesia,” tambahnya.

Editor: ARON

Sumber: cnnindonesia