Puluhan pekerja dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Batam, melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Pemerintah Kota (Pemko) Batam, Selasa (26/10/2021).

Adapun aksi ini dilakukan oleh serikat pekerja dalam rangka mendekati pembahasan Upah Minimum Kota (UMK) Batam pada tahun 2022 mendatang.

“Kedatangan kita pagi ini ke Pemko ingin menyampaikan beberapa poin. Tapi ini adalah aksi yang dilakukan secara bersamaan, dalam menyambut pembahasan UMK 2022,” teriak orator saat tiba di lokasi unjuk rasa.

Aksi unjuk rasa tersebut terpantau berlangsung damai, dimana para perwakilan dari FSPMI Batam juga langsung oleh Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Kadisnaker) Batam, Rudi Sakyakirti.

Ketua Konsulat Cabang FSPMI Batam, Ramon mengatakan poin kedatangan massa adalah penolakan undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) atau Onmibus Law, PKB, UMK, dan meminta untuk menurunkan harga sembako.

Poin penting mengenai harga sembako, Pemerintah seharusnya mampu menekan harga komoditas kebutuhan pokok, dimana upah yang diterima tidak sebanding dengan biaya hidup di Batam.

“Pemerintah ini sangat mudah menurunkan upah buruh, tapi tidak mampu menjamin stabilitas harga sembako yang dinilai masih tinggi sampai saat ini,” tegasnya.

Satu lagi, tuntutan yang sudah sangat lama disampaikan, namun belum direspon sampai saat ini yaitu terkait adanya Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang seharusnya berada di Batam.

Dengan banyaknya kasus terkait industri dengan tenaga kerja, maka sudah seharusnya ada pengadilan yang khusus menangani kasus ini di Batam.

Saat ini PHI yang di Kepri, hanya ada di Tanjungpinang, dan dalam proses penyelesaian hubungan kerja antara pekerja dan industri, juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit

“Buruh banyak yang tidak mampu untuk pergi menghadiri sidang. Jadi kalau tidak bisa ada pengadilan di sini, minimal ada bantuan dari pemerintah terkait biaya bagi buruh dalam menghadapi sidang,” terangnya.

Menanggapi tuntutan dalam aksi tersebut, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Batam, Rudi Sakyakirti mengatakan, poin pentingnya menyangkut pengupahan yah dinilai tidak pro pada buruh.

Dalam Omnibus Law ada beberapa aturan yang mengatur terkait PHK, cuti, termasuk soal perjanjian kerja bersama (PKB).

Dalam Omnibus Law ada aturan yang mengatur terkait hal ini, PKB harus sejalan dan tidak boleh melebihi apa yang sudah dituangkan dalam Omnibus Law.

“Sedangkan menurut mereka PKB merupakan kesepakatan bersama , jadi tidak harus mengacu pada Omnibus Law. Itu yang mereka tolak dari Omnibus Law,” ujarnya usai menemui buruh di Kantor Wali Kota Batam, Selasa (26/10).

Buruh juga meminta pemerintah daerah untuk mengajarkan biaya dalam membantu buruh dalam menghadapi perkara.

Untuk satu perkara diperkirakan ada delapan sidang, dan itu membutuhkan biaya untuk menghadapi persidangan, sebab lokasi Pengadilan Hukum Industrial ini ada di Tanjungpinang.

“Dulu memang ada anggaran untuk ini tahun 2012 lalu. Namun seiring adanya perubahan aturan, maka sekarang tak ada lagi. Tapi nanti saya coba diskusikan bersama komisi IV soal ini,” jelasnya.

Editor: WIL