Membeli produk asuransi untuk diri dan keluarga bisa menjadi salah satu bentuk perlindungan sekaligus investasi yang dapat dinikmati di kemudian hari.

Dengan hadirnya pandemi covid-19, masyarakat seakan disadarkan pentingnya menjaga kesehatan dan memiliki akses tanggungan kesehatan yang memadai saat dibutuhkan. Tak hanya manfaat kesehatan, asuransi juga menawarkan manfaat lainnya, misalnya asuransi jiwa, asuransi pendidikan, dan lainnya.

Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon mengatakan survei lembaga riset Nielsen mengungkapkan kesadaran untuk memiliki produk asuransi jiwa di kota besar Indonesia sebesar 24 persen, hampir menyamai Singapura di kisaran 26 persen.

Tapi, jangan asal beli produk asuransi. Kalau tak cermat sebelum memilih, bisa jadi Anda malah kecele.

Maklum produk asuransi yang ditawarkan perusahaan asuransi berbagai macam. Selain itu, polis asuransi yang ditandatangani kerap berbahasa rumit dan sulit dipahami masyarakat awam.

Tengok saja pengalaman aktris Wanda Hamidah yang viral akhir-akhir ini akibat kekecewaannya dengan klaim asuransi yang tidak sesuai ekspektasinya. Ia merasa tertipu.

Pasalnya, walau sudah bayar asuransi selama 12 tahun, ketika membutuhkan klaim, manfaat yang didapat tidak seperti yang diharapkan.

Founder sekaligus Perencana Keuangan OneShildt Risza Bambang menyebut pangkal keributan soal klaim asuransi kerap disebabkan oleh ketidakterbukaan agen, ketidakpahaman nasabah, dan minimnya edukasi perusahaan asuransi.

Ia menilai agen mestinya terbuka dan secara gamblang menjelaskan manfaat asuransi serta klausal pengecualian. Agen tidak boleh hanya mengangkat poin-poin yang membuat nasabah tergiur membeli asuransi.

Sedangkan pembeli produk asuransi juga jangan hanya mempercayai pernyataan agen mentah-mentah. Pembeli harus mau membaca setiap klausul dalam perjanjian dengan teliti dan tanyakan setiap kalimat yang tidak dimengerti.

Untuk Anda yang masih menimbang-nimbang jenis produk asuransi yang ingin dibeli, berikut adalah penjelasan Risza agar tidak kecele seperti kasus Wanda:

1. Asuransi Berjangka (Term Insurance)

Risza menjelaskan asuransi berjangka merupakan jenis asuransi yang memberikan tanggungan jika risiko terjadi dalam periode tertentu yang sudah disepakati.

Misalnya, Anda membeli asuransi berjangka untuk 20 tahun, maka jika terjadi risiko atau Anda meninggal atau terjadi kecelakaan dalam jangka 20 tahun pembayaran tersebut, maka Anda atau ahli waris bakal menerima manfaat sejumlah yang ditetapkan sesuai dengan iuran.

Namun, jika dalam waktu 20 tahun tersebut tidak terjadi risiko, maka otomatis premi dianggap hangus. Sehingga, asuransi berjangka hanya memberikan manfaat proteksi dalam waktu yang ditentukan.

Dari segi iurannya pun, ia menjabarkan ada jenis iuran berbeda-beda, ada yang flat atau tak berubah selama jangka asuransi, namun ada juga yang iurannya berkurang atau bertambah sesuai dengan tujuan dan jenis asuransi yang diambil.

2. Asuransi Seumur Hidup (Whole Life Insurance)

Dalam perjalanan perasuransian, Risza mengatakan muncul ketidakpuasan masyarakat terhadap asuransi berjangka. Pembeli asuransi merasa rugi karena manfaat hanya cair jika risiko terjadi di saat tertentu saja.

Untuk menjawab ketidakpuasan tersebut, maka berkembang asuransi seumur hidup yang memberikan proteksi atau manfaat seumur hidup.

Jenis asuransi ini cocok untuk mereka yang tidak hanya mencari manfaat proteksi, namun juga investasi jangka panjang. Investasi lewat produk asuransi cocok untuk mereka yang sudah berumur dan ingin meninggalkan manfaat untuk anak atau ahli waris.

Sejalan dengan jangka manfaat seumur hidup, sisi minusnya iuran pun jauh lebih panjang dibandingkan dengan asuransi berjangka.

Nah, dalam asuransi jiwa seumur hidup pun ada beberapa jenis polis di dalamnya, seperti polis jiwa langsung (straight life policy) dan asuransi jiwa seumur hidup pembayaran terbatas (limited payment whole life insurance).

3. Asuransi Dwiguna (Endowment Insurance)

Secara umum, ia menyebut ada dua manfaat asuransi dwiguna. Pertama, memberikan santunan saat risiko terjadi dalam periode yang ditetapkan. Kedua, mendapat santunan setelah periode risiko selesai atau setelah selesai tanggal jatuh tempo (maturity date).

Mudahnya, Risza menyebut asuransi dwiguna memberikan manfaat kematian atau ketika risiko terjadi dan manfaat hidup atau setelah selesai masa pembayaran. Karena memberikan manfaat yang lebih besar, maka tak heran bila santunan yang ditetapkan pun lebih mahal dari kedua jenis asuransi lainnya.

Dalam produk jenis ini, ia menyebut perusahaan asuransi punya kewajiban untuk menginvestasikan dana Anda karena Anda berhak mengantongi sejumlah dana pada masa jatuh tempo.

Misal, Anda membeli premi asuransi dwiguna senilai Rp1 miliar dengan pembayaran Rp40 juta per tahun selama 20 tahun. Maka, diakhir masa jatuh tempo Anda berhak mendapat Rp1 miliar meski dana yang diiurkan secara total adalah Rp800 juta.

“Berarti perusahaan asuransi bertanggungjawab menginvestasikan total premi yang saya bayarkan selama periode asuransi itu, tentu preminya jadi lebih mahal dari yang kedua asuransi tadi,” katanya, Kamis (14/10).

4.Asuransi Unitlink

Asuransi unitlink sejatinya punya manfaat yang sama seperti dwiguna, yaitu memberikan manfaat investasi dan proteksi. Menurut Risza, bedanya pembeli asuransi punya kewenangan atau tanggungjawab memilih instrumen investasinya, apakah saham, reksadana, obligasi, dan lain-lain.

Ia menambahkan kalau asuransi unitlink juga memberikan fleksibilitas iuran, premi bisa diatur sesuai dengan keadaan finansial pembeli premi. Hal ini berbeda dengan asuransi dwiguna yang sudah ‘mengontrak mati’ nasabah usai memutuskan uang pertanggungan (UP).

Dari kacamata dia, asuransi unitlink memiliki transparansi dan fleksibilitas yang lebih tinggi. Tapi sisi negatifnya, bila investasi yang dipilih malah merugi, maka dana Anda pun bakal tergerus.

Editor: ARON

Sumber: cnnindonesia