Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkap hasil survei penilaian integritas (SPI) tahun 2019. Berdasarkan hasil survei, KPK menemukan masih ada praktik gratifikasi dan suap di sejumlah instansi pemerintah.

SPI dilakukan untuk mengukur tingkat korupsi di setiap kementerian/lembaga atau pemerintah daerah. Sebanyak 127 instansi pemerintah mengikuti SPI pada 2019, terdiri dari 27 kementerian/lembaga, dan 100 pemerintah daerah.

“Penerimaan gratifikasi pada pelayanan publik ditemukan pada 91 persen instansi, ini masih tinggi. Masih ditemukan pegawai atau pejabat yang menerima imbalan yang sifatnya gratifikasi,” kata Alex dalam webinar, Kamis (14/10).

Alex juga mengungkap ditemukan penyelewengan anggaran pada 76 persen instansi. Ditemukan juga suap dalam lelang jabatan pada 63 persen instansi.

Data tersebut, menurut Alex, sejalan dengan kinerja KPK yang terus melakukan kegiatan operasi tangkap tangan di daerah terkait jual beli jabatan.

“Beberapa kegiatan operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK menyangkut jual beli jabatan dan ini terkonfirmasi sekalian dari hasil survei SPI tahun 2019 yang menunjukkan 63 persen itu faktanya ada suap dalam pengisian jabatan,” kata dia.

Selain itu, survei juga menunjukkan masih ditemukan calo pada 99 persen instansi. Meski demikian, Alex mengatakan tingkat korupsi di instansi tersebut rendah. Namun dia tak menyebutkan berapa persen tingkat korupsi tersebut.

“Keberadaan calo untuk pelayanan publik ditemukan pada 99 persen instansi, berarti hampir 125 instansi masih ada calo, tapi tingkat korupsinya rendah,” tuturnya.

Sebelumnya, SPI 2020 gagal digelar karena terkendala Covid-19. Pada 2021 ini, SPI bakal kembali digelar di 542 instansi pemerintah daerah, dan 98 kementerian/lembaga.

KPK menargetkan sebanyak 214.106 pegawai mengikuti survei yang akan dilaksanakan secara daring ini.

Alex meminta setiap orang baik masyarakat luas dan pegawai kementerian/lembaga atau pegawai pemerintah daerah mengisi Survei Penilaian Integritas (SPI) dengan jujur.
Alex memastikan identitas orang yang mengisi SPI bakal menjadi rahasia KPK dan tidak akan ditindak.

“Kami berharap bapak ibu mengisi SPI ini sejujur-jujurnya. Perlu diketahui juga indeks SPI bukan alat untuk menghukum atau menghakimi,” kata nya.

Sementara ada pengecualian untuk beberapa daerah di Indonesia Timur karena keterbatasan akses sarana prasarana untuk melakukan survei.

Target survei akan mendapatkan WhatsApp blast atau email blast berisi permohonan untuk menjadi responden SPI. KPK memastikan pesan yang diterima oleh target survei merupakan pesan resmi sehingga keamanan identitas terjamin.

“Peserta webinar yang nanti akan mengisi survei SPI ini hanya perlu mengisi sesuai yang diketahui, yang perlu diperhatikan apakah dalam praktek sehari-hari ada praktik pungli atau suap, silahkan diisi bebas tanpa tekanan,” kata Alexander.

Editor: ARON

Sumber: cnnindonesia