Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui memecat mantan petugas keamanan (satpam) bernama Iwan Ismail beberapa waktu lalu. Pemecatan dilakukan karena Iwan menyebarkan berita bohong atau hoaks dan menyesatkan ke pihak luar terkait pemasangan bendera terkait Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Hal tersebut disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri merespon surat terbuka KPK Iwan Ismail, yang merasa diberhentikan karena menyebarkan foto bendera yang terpasang di salah satu meja pegawai KPK itu.

Ali mengatakan setelah foto tersebut beredar di media sosial, pihaknya langsung memeriksa beberapa saksi, bukti dan keterangan lain yang mendukung.

Hasilnya, pegawai yang memasang bendera tersebut terbukti tidak memiliki afiliasi dengan HTI sehingga tidak terdapat peraturan yang melarang atas perbuatannya.

“Pegawai yang memasang bendera tersebut terbukti tidak memiliki afiliasi dengan kelompok/organisasi terlarang, sehingga tidak terdapat peraturan yang melarang atas perbuatannya,” kata Ali dalam keterangannya, Jumat (1/10).

Karena itu bagi penyebarannya dianggap sebagai penyebaran berita palsu yang menyesatkan.

“Disimpulkan bahwa yang bersangkutan sengaja dan tanpa hak telah menyebarkan informasi tidak benar (bohong) dan menyesatkan ke pihak eksternal,” kata Ali.

Menurut Ali, perbuatan Iwan tersebut juga telah menimbulkan kebencian dari masyarakat yang berdampak menurunkan citra dan nama baik KPK.

Lebih jauh, ia mengatakan perbuatan tersebut juga sudah termasuk dalam kategori pelanggaran berat. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 huruf s Perkom Nomor 10 Tahun 2016 tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK.

“Perbuatan yang bersangkutan juga melanggar Kode Etik KPK sebagaimana diatur Perkom Nomor 07 Tahun 2013 tentang Nilai-nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku KPK,” kata dia.

Iwan juga dianggap telah melanggar nilai integritas, profesionalisme, untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan harmonis.

Ali pun kembali mengingatkan agar seluruh insan pegawai KPK untuk dapat menjaga kerukunan umat beragama dengan menghindari penggunaan atribut masing-masing agama di lingkungan kerja KPK.

“Kecuali yang dijadikan sarana ibadah,” pungkasnya.

Kasus ini diketahui bermula dari surat terbuka yang ditulis Iwan pada Rabu (29/9). Ia mengaku memotret bendera tersebut di lantai 10 Gedung KPK, yang notabene merupakan ruang penyidik dan tak sembarang orang memasuki ruang tersebut.

Iwan mengaku memotret bendera itu bersamaan dengan gelombang protes massa yang menolak pengesahan revisi UU KPK pada 2019 silam. Belakangan usai foto itu viral, ia dipanggil dan menjalani pemeriksaan. Ia dijatuhi sanksi pemecatan karena melakukan pelanggaran kode etik berat.

“Mereka menerangkan bahwa laporan atau BAP saya itu sudah termasuk pelanggaran kode etik katanya, dan merupakan pelanggaran berat karena sudah turut punya andil dalam ketok palu UU KPK yang baru,” tulis Iwan dalam suratnya.

Editor: NUL

Sumber: cnnindonesia