China bisa menghasilkan pasokan energi listrik selama satu dekade jika reaktor fusi nuklir atau “Matahari buatan” yang mereka kembangkan, mendapat persetujuan akhir dari pemerintah.

Menurut Profesor Song Yuntao, salah satu ilmuwan dalam pengembangan teknologi ini, pembangunan reaktor fusi nuklir dapat selesai pada awal 2030-an jika Pemerintah China memberikan dukungannya.

Teknologi fusi diyakini dapat menyediakan pasokan energi bersih dengan mensimulasikan proses fusi nuklir Matahari. Dikutip dari South China Morning Post, pengembangan Matahari buatan menghadapi tantangan karena kompleksitas tekniknya cukup besar, dan upaya internasional untuk mengembangkannya mengalami penundaan, serta biaya yang tidak murah.

Sejauh ini, Pemerintah China telah meminta para ilmuwan membuat persiapan untuk China Fusion Engineering Testing Reactor (CFETR), termasuk merancang teknik dan membangun fasilitas pengujian besar di kota Hefei. Namun dikatakan Song yang merupakan Direktur Institute of Plasma Physics di Hefei, persetujuan akhir masih tertunda.

Sumber listrik pertama dari Matahari buatan

CFETR ingin menjadi fasilitas pertama yang menghasilkan listrik dengan panas fusi. Teknologi ini membawa serta tantangan untuk mengendalikan gas yang sangat panas, hidrogen, dengan suhu di dalam reaktor diperkirakan mencapai atau melebihi 100 juta derajat Celcius.

Pada tahap pertama pengoperasiannya, Matahari buatan ini dirancang untuk menghasilkan keluaran daya yang stabil, yang dibutuhkan untuk menghasilkan listrik sebesar 200 megawatt, kira-kira sebesar pembangkit listrik tenaga batu bara kecil.

Dalam perjalanan pengembangannya, reaktor fusi China mungkin bukan yang pertama di dunia. Di Prancis Selatan, sedang dibangun pula International Thermonuclear Experimental Reactor (ITER) yang diperkirakan akan menyala pada tahun 2025.

Setelah mengalami beberapa kali penundaan sejak dimulai pada tahun 2007, ITER telah menjadi proyek ilmiah internasional paling mahal dalam sejarah, yang menelan biaya yang dikeluarkan negara-negara yang terlibat, termasuk China, yaitu sebesar USD 45 miliar hingga USD 65 miliar.

Song mengatakan, China dan negara-negara lain mendukung dan mengikuti kemajuan pengembangan reaktor fusi di Prancis sambil memanfaatkan pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan untuk ITER untuk meningkatkan proyek Matahari made in China sendiri.

“AS mengusulkan untuk menghasilkan listrik dengan pembangkit listrik fusi nuklir percontohan yang dibangun oleh pemerintah dan perusahaan swasta antara tahun 2035 dan 2040. Inggris mengusulkan untuk mengkomersialkan energi fusi nuklir pada tahun 2040,” sebut Song.

Editor: NUL

Sumber: detiknews