Dittipideksus Bareskrim Polri mengungkap kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari kasus peredaran obat ilegal yang diungkap beberapa waktu lalu. Pelaku berinisial DP meraup untung hingga Rp 531 miliar dari hasil kejahatannya tersebut.

Selain soal pidana penjualan obat ilegal, Polri juga menderat pelaku dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Pengungkapan kasus ini berkat kerja sama Bareskrim Polri, Polres Mojokerto, dan PPATK. Kasus itu terungkap saat polisi membongkar praktik aborsi di Mojokerto pada Maret 2021 lalu.

Dalam penyelidikan, polisi dan PPATK menemukan transaksi keuangan yang mencurigakan, yang diduga sebagai hasil kejahatan DP.

“Untuk diketahui, DP mengaku sudah beroperasi sejak 2011 dan memiliki sebuah toko obat bernama Awi/Flora Pharmacy, meski tak memiliki keahlian dan kewenangan untuk mengedarkan obat. Walau begitu, ia berani memperjualbelikan obat hingga memesan dari distibutor di luar negeri,” ujar Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helmy Santika, dalam keterangannya, Jumat (17/9).

Setelah barang sampai ke Indonesia, obat-obatan tersebut kemudian didistribusikan ke pembeli dan toko obat di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, dan wilayah lainnya di Indonesia.

Dari jual beli obat tersebut, DP mendapat keuntungan 10-15 persen dari harga barang yang diterimanya. Sementara uang hasil jual beli obat tersebut ia simpan di beberapa rekening bank, sebagian menjadi deposito, asuransi, reksadana, ORI, dan SPR. Untuk deposito sendiri, DP bisa menerima keuntungan hingga Rp 800 juta perbulan.

“Produk perbankan tersebut tersebar pada beberapa rekening atas nama tersangka DP yaitu pada Bank Panin, Bank BTN, Bank Mega, Bank Danamon, Bank BJB, Bank QNB, Bank BRI Agro, Bank KB Bukopin, Bank Sahabat Sempoerna dan Bank Mayapada,” terang Helmy.

“Sehingga dapat disimpulkan diduga sumber dana adalah mingling atau percampuran antara dana hasil jual/beli obat ilegal dan aborsi dengan bunga keuntungan yang diperoleh dari pembukaan deposito atas nama DP,” sambungnya.

Akibat perbuatannya, DP dijerat Pasal 196 jo Pasal 98 Ayat 2 dan 3 UU RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, jo Pasal 64 KUHP dan Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 jo Pasal 10 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 Tentang TPPU.

Ia juga dijerat Pasal 196 dan Pasal 197 KUHP Tentang Peredaran Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.

 

 

editor : will
sumber : kumparan