Sistem pembelajaran secara daring atau online, yang saat ini masih diterapkan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Batam, Kepulauan Riau tidak dapat dilakukan secara keseluruhan.

Pembelajaran daring ini, ternyata tidak dapat dilakukan sepenuhnya, terutama bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Salah satunya, seperti sistem pembelajaran tatap muka (PTM), yang sudah mulai dilakukan oleh SLB Putrakami Batam.

“Hal ini juga didasari permintaan kami dari pihak sekolah kepada Dinas Pendidikan Provinsi Kepri. Tahun lalu kami meminta agar anak-anak kami dapat diberikan kebijakan khusus, agar dapat bertemu dengan para guru nya,” jelas Hefrina selaku Kepala Sekolah SLB Putrakami yang ditemui, Selasa (30/8/2021).

Walau demikian, permintaan ini juga didasari kesepatakan, mengenai pentingnya menerapkan protokol kesehatan, saat proses belajar mengajar berlangsung.

Salah satunya adalah pembatasan ketat yang dilakukan oleh pihak sekolah, sehingga saat ini, para anak didik yang dapat mengikuti kelas maksimal hanya boleh berjumlah lima orang saja.

Namun terkadang, bahkan dalam satu kelas satu guru hanya boleh melakukan bimbingan belajar kepada satu anak, dengan waktu pembelajaran maksimal selama satu atau dua jam.

“Namun hal ini hanya diperuntukan bagi anak didik kami yang masih dalam kategori, sedang menuju mandiri. Dalam hal ini maksud saya adalah, memang anak didik yang perlu bimbingan dari guru secara langsung,” ungkapnya.

Mengenai hal tersebut, Hefrina juga menuturkan bahwa bagi siswa yang dianggap telah mandiri, disarankan agar tetap mengikuti pembelajaran secara daring atau online.

Dimana sistem daring yang diterapkan, adalah menggunakan video call grup dari aplikasi WhatsApp.

Untuk saat ini, dari total 58 siswa berkebutuhan khusus, sebanyak 50 persen siswa mengikuti pembelajaran secara daring, sementara lainnya masih tetap mengikuti pembelajaran tatap muka.

“Jadi saat pembelajaran di kelas dimulai, guru secara bersamaan juga memulai video call grup WhatsApp kelas, agar siswa di rumah bisa mengikuti pembelajaran sembari dibimbing oleh orangtuanya,” lanjut Hefrina.

Walau demikian, dalam proses belajar mengajar tatap muka ini, para siswa berkebutuhan khusus, tetap diminta untuk mengenakan masker, mencuci tangan, dan juga menerapkan jaga jarak.

“Walau anak didik kami beda dengan siswa reguler. Namun kami tetap mengajarkan mereka pelan-pelan, untuk tetap menggunakan masker di lingkungan sekolah, dan jaga jarak serta cuci tangan,” paparnya.

Selain itu, kata dia, para orangtua juga diminta untuk tidak membawa anaknya ke sekolah jika salah satu dari keduanya sedang batuk atau pilek.

Hal serupa pun berlaku untuk para guru, dan menurutnya hal ini sebagai bentuk pencegahan penyebaran virus Covid-19 yang tengah melanda.

“Alhamdulillah hingga saat ini, tidak ada penyebaran Covid-19 di lingkungan sekolah,” tutup Hefrina.

Editor: WIL

Caption: Ilustrasi anak sekolah.