Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengatakan bahwa penceramah Yahya Waloni sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak Mei 2021 terkait kasus dugaan penistaan agama.
Polisi memproses hukum penceramah itu berdasarkan laporan yang dibuat Komunitas Masyarakat Cinta Pluralisme pada 27 April 2021 lalu.

“Sudah (tersangka). Itu kan prosesnya sejak bulan April, bulan Mei sudah naik penyidikan, sudah jadi tersangka. Proses seperti itu,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Rusdi Hartono kepada wartawan, Jumat (28/8).

Menurut Rusdi, Polri tak bekerja lambat dalam memproses Yahya Waloni terkait kasus tersebut.

Dia menilai, penangkapan yang baru dilakukan usai menjadi tersangka dalam beberapa bulan terakhir karena tindakan penceramah itu mulai digelisahkan oleh masyarakat dalam beberapa hari terakhir.

“Polri tetap merespons segala sesuatu yang terjadi di masyarakat. dan itu sudah dibuktikan, ada laporan, ada kegelisahan masyarakat polisi merespons itu semua,” kata Rusdi.

“Beberapa hari ke belakang sudah terlihat apa yang kita lakukan dan tentunya kita lihat juga, banyak juga pihak-pihak yang telah apresiasi terhadap apa yang Polri lakukan,” tambahnya.

Rusdi mengatakan, Yahya Waloni akan diproses hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kata dia, polisi akan bertindak secara profesional dalam memproses perkara tersebut. Sehingga, setiap tindakan yang dilakukan harus didasarkan pada cara kerja yang cermat.

“Bicara profesional harus dengan cermat melakukan ini semua. Ini dilakukan,” jelasnya.

Dia pun meminta kepada masyarakat agar tak melakukan tindakan-tindakan di luar hukum dalam merespon sejumlah konten-konten serupa yang beredar dalam beberapa waktu terakhir.

Juru bicara Polri itu menekankan bahwa Korps Bhayangkara akan menuntaskan perkara secara transparan dan akuntabel.

“Polri mengimbau kepada masyarakat tetap tenang, tidak gaduh, percayakan kepada kami,” katanya.

Sebagai informasi, Yahya dipersangkakan melanggar Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45a ayat (2) UU ITE atau Pasal 156a KUHP. Ia terancam penjara hingga enam tahun.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia