Para peneliti di Jepang baru-baru ini melaporkan bahwa varian baru corona yang pertama kali ditemukan di Peru, yakni varian Lambda, lebih menular dari virus asli yang ditemukan di Wuhan, China. Varian yang mulai menyebar di Amerika Selatan ini juga disebut lebih resisten terhadap vaksin.
Diberitakan Reuters, mereka menemukan bahwa tiga mutasi pada protein lonjakan Lambda, yang dikenal sebagai RSYLTPGD246-253N, 260 L452Q dan F490S, membantu varian ini melawan netralisasi oleh antibodi yang diinduksi vaksin. Sementara dua mutasi tambahan, T76I dan L452Q, membantu membuat Lambda sangat menular.
Dalam sebuah jurnal yang diunggah awal Agustus lalu di bioRxiv para peneliti memperingatkan bahwa Lambda dilabeli sebagai varian yang dipantau atau Variant of Interest (VOI) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bukan varian yang diwaspadai Variant of Concern (VOC). Sehingga dikhawatirkan orang-orang mungkin tidak menyadari varian ini adalah masalah serius. Namun, jurnal ini belum ditinjau rekan sejawat.
Meski belum jelas apakah varian ini lebih berbahaya daripada Delta yang sekarang mengancam populasi di banyak negara, peneliti senior Kei Sato dari Universitas Tokyo percaya varian ambda dapat menjadi ancaman potensial bagi masyarakat manusia.
Sebelumnya pada Juni, WHO memperingatkan bahwa varian baru virus corona bernama Lambda telah teridentifikasi di 29 negara, terutama di Amerika Selatan. Varian Lambda diklasifikasikan masuk daftar VOI pada Senin (14/6), karena tingkat penyebarannya yang cukup tinggi di Amerika Selatan.
Sejak April 2021, Lambda telah merajalela di Peru, di mana sekitar 81 persen kasus corona di sana dikaitkan dengan varian ini. WHO melaporkan, corona garis keturunan Lambda membawa mutasi yang bisa meningkatkan penularan atau memperkuat ketahanan virus terhadap antibodi.
Kendati begitu menurut WHO, perlu ada penelitian lebih lanjut untuk membuktikan dan memahami varian Lambda. Tidak seperti varian virus corona dalam grup VOC, varian SARS-CoV-2 di daftar VOI, termasuk Lambda di dalamnya, belum terbukti menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia.
Editor : Aron
Sumber : kumparan