Pusat perawatan dan rumah sakit pasien Covid-19 di Malaysia terancam terganggu setelah dokter-dokter junior berencana mogok kerja mulai Senin pekan depan.

Dokter muda yang hampir seluruhnya berstatus kontrak tersebut mogok kerja akibat tuntutan pekerjaan semakin tinggi di tengah gelombang baru infeksi Covid-19. Namun, pemerintah tak kunjung memenuhi tunjangan dan insentif mereka.

Kelompok aktivis doktor Hartal Doktor Kontrak (HDK) memperingatkan rumah sakit dan Kementerian Kesehatan Malaysia bahwa protes mogok kerja pekan depan dapat melibatkan hingga 20 ribu dokter.

Sebagian besar dari mereka selama ini berada di garis depan dalam merawat pasien Covid-19.

“Dokter kontrak di Malaysia telah setuju berpartisipasi dalam mogok kerja untuk menyatakan ketidakpuasan mereka dengan bagaimana masalah ini ditangani pemerintah hari ini,” kata HDK melalui pernyataan yang didapat The Straits Times pada Jumat (23/7).

Surat HDK itu diyakini telah dikirim ke rumah sakit dan departemen kesehatan seluruh negara bagian Malaysia pada Kamis (22/7).

Mayoritas dokter kontrak junior di Malaysia dikerahkan ke berbagai pusat perawatan dan rumah sakit Covid-19. HDK meminta para dokter tersebut mengatur pergantian supaya bisa melakukan mogok kerja Senin depan.

Pada pertengahan Juli lalu, para dokter junior di Malaysia juga menggelar kampanye “Senin Hitam” di mana mereka datang bekerja mengenakan pakaian hitam. Gerakan itu dilakukan untuk menyatakan ketidakbahagiaan dengan persyaratan kontrak pekerjaan mereka yang buruk.

Puluhan dokter junior banyak yang mengundurkan diri dengan alasan kelelahan karena tingkat penerimaan pasien Covid-19 di rumah sakit seluruh Negeri Jiran mencapai rekor tertinggi.

HDK mengatakan para dokter diminta bekerja dengan jam yang diperpanjang tanpa bayaran tambahan dan dilarang melakukan pekerjaan tambahan di pusat-pusat vaksinasi yang dijalankan sektor swasta.

HDK memperingatkan bahwa sistem kesehatan Malaysia menunjukkan tanda-tanda kegagalan dengan semakin minim tempat tidur rumah sakit untuk pasien yang diperparah dengan berkurangnya tenaga kesehatan karena mogok dan berhenti.

Mogok kerja ini berlangsung ketika Malaysia masih menghadapi gelombang baru infeksi Covid-19 yang diperparah dengan penyebaran vairan Delta corona.

Tingkat keterisian tempat tidur (BOR) RS terutama ICU juga masih melebihi 100 persen.

Beberapa rumah sakit di Kuala Lumpur, Selangor,Negeri Sembilan, dan Labuan saat ini juga dilaporkan telah melampaui batas maksimal dalam merawat pasien Covid-19.

Kasus infeksi Covid-19 harian Malaysia bahkan sempat menjadi yang tertinggi di ASEAN menyalip Indonesia dan Filipina.

Padahal, Malaysia berada dalam status darurat Covid-19 yang dideklarasikan Muhyiddin sejak Januari lalu.

Masalah kontrak dokter junior di Malaysia memang telah mencuat sejak 2016 lalu dan terus memburuk sejak itu. Dokter junior yang bergabung dengan lembaga kesehatan publik setelah 2016 hanya ditawarkan posisi kontrak dan diperpanjang secara berkala.

Lulusan kedokteran di Malaysia harus setidaknya mengabdi pada sistem kesehatan publik selama 4,5 tahun sebelum bisa praktik mandiri atau bergabung dengan lembaga swasta.

Posisi kontrak berarti gaji yang lebih rendah dibandingkan dengan dokter permanen. Mereka juga tidak mendapat tunjangan seperti yang diterima dokter-dokter dengan status permanen di lembaga kesehatan publik.

Selain jaminan pekerjaan, para dokter junior kontrak juga tidak diberikan jalur yang layak menjadi spesialis di bidang pilihan mereka. Sebab, pemerintah hanya memberikan cuti studi berbayar hanya kepada dokter dengan status permanen.

Mereka yang keluar dari pekerjaan mereka di sistem kesehatan masyarakat untuk studi lanjutan dengan biaya sendiri juga menghadapi ancaman kesulitan mendapatkan penempatan di departemen spesialis RS umum.

Editor: Nul

Sumber: cnnindonesia