Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan potensi kerugian ekonomi akibat minuman beralkohol (minol) mencapai Rp256 triliun per tahun. Angka ini berdasarkan studi oleh Dokter Montarat Thavorncharoensap pada 2009 lalu.

Hasil studi menjelaskan bahwa 20 riset di 12 negara menyebutkan beban ekonomi dari minol adalah 0,45 persen hingga 5,44 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara, Bhima mengambil perhitungan potensi kerugian ekonomi akibat minol dari AS dalam studi itu, yakni 1,66 persen dari PDB.

“Kenapa AS? Sebagai perbandingan negara G20, dikalikan PDB Indonesia pada 2020 Rp15.434 triliun, maka hasilnya adalah kerugian ekonomi setara Indonesia Rp256 triliun dari minol,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Badan Legislasi DPR RI terkait penyusunan RUU Larangan Minuman Beralkohol, Rabu (14/7).

Sedangkan, jika mengambil potensi kerugian paling kecil dalam studi itu, yakni 0,45 persen dari PDB, atau setara Rp69,4 triliun pada 2020.

Angka itu masih lebih besar dari potensi penerimaan negara dari cukai per tahunnya. Dengan demikian, ia menilai rencana pelarangan minol ini bisa menekan kerugian ekonomi dibandingkan manfaat yang didapatkan.

“Tetap bagaimana pun mau ambil batasan yang paling bawah ataupun batasan tengah, maka tingkat kerugian lebih tinggi dibandingkan pendapatan negara dari sisi cukai Rp7,14 triliun per tahunnya,” ujarnya.

Ia menuturkan kerugian ekonomi akibat minol berasal dari berbagai penyebab. Meliputi, peningkatan biaya kesehatan yang berujung beban bagi BPJS Kesehatan.

Lalu, biaya penelitian untuk mitigasi risiko negatif alkohol, biaya kriminalitas dan penegakan hukum, biaya kerusakan properti karena pengaruh kekerasan akibat minol, biaya administrasi pemungutan cukai, biaya jaminan sosial, dan sebagainya.

Sedangkan, dampak tidak langsung terhadap biaya ekonomi contohnya kematian bayi prematur, penurunan produktivitas masyarakat, dan risiko kehilangan pekerjaan atau pensiun dini karena sakit yang diakibatkan oleh konsumsi minol.

“Jadi, bukan hanya dampak langsung pada kriminalitas tapi korban kekerasan akibat pengaruh minol ini juga dihitung sebagai kerugian ekonomi,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Gerakan Nasional Anti-Miras (Genam) Fahira Idris juga mengungkapkan studi lain yang berisi kerugian negara ekonomi akibat minol. Misalnya, kerugian di AS mencapai US$249 miliar per tahun.

Kerugian disebabkan oleh anggaran pelayanan kesehatan warga akibat penyakit yang dipicu minol dan kecelakan lalu lintas akibat pengaruh minol.

Kemudian, kerugian ekonomi di Belgia mencapai 906,1 juta euro yang berasal dari biaya perawatan warga akibat penyakit dan berbagai kejadian akibat minol.

“Di Indonesia minol ini masih bisa dibeli siapa saja, dimana saja, dan kapan saja selama punya uang termasuk remaja. Artinya, monitoring dan penegakan hukum terhadap produksi, distribusi, dan konsumsi minol perlu ditingkatkan,” tandasnya.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia