Tim Fakultas Kesehatan Masyarakat UI (FKM UI) Pandemi COVID-19 bersama Lembaga Eijkman dan CDC Indonesia melakukan sero-survei di DKI Jakarta. Sero-survei tersebut untuk melihat berapa banyak warga yang sudah memiliki antibodi COVID-19 di DKI Jakarta, atau diartikan sudah terinfeksi COVID-19.

Selain terpapar, antibodi COVID-19 memang bisa didapatkan dari vaksinasi. Namun tim peneliti menyimpulkan warga yang memiliki antibodi COVID-19 sudah terpapar Corona lantaran program vaksinasi di rentang 15 hingga 31 Maret 2021, saat studi dilakukan, belum cukup masif.

Target subyek adalah 5 ribu orang, 98 persen dari total target berhasil dianalisis. Hasil riset sero survei berbasis populasi dengan metode stratified multistage sampling design menunjukkan sebagian besar warga Jakarta sudah terinfeksi COVID-19.

“Ternyata dari hasil studi, hampir separuh penduduk Jakarta pernah terinfeksi, itu angkanya 44,5 persen, artinya bahwa ini cukup besar, karena Jakarta memang epicenter daripada pandemi dan menjadi kontributor terbesar dari kasus yang pernah terjadi di Indonesia,” jelas epidemiologi Pandu Riono, salah satu peneliti, dalam konferensi pers virtual.

“Dan berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih tinggi, yaitu 47,9 persen dan laki laki 41 persen, ini hampir menyebar pada semua kelompok usia,” sambungnya, termasuk menjelaskan kasus usia anak 1-4 tahun dan balita 5-14 tahun.

Banyak kasus anak yang juga mengeluhkan gejala COVID-19 berat. Pandu menegaskan hal ini pertanda COVID-19 tak hanya menyerang usia lansia saja.

“Yang kita khawatirkan memang semakin banyak anak yang juga mudah terinfeksi bergejala dan meninggal,”

Sementara, jika dibagi berdasarkan wilayah, warga yang sudah terinfeksi COVID-19 paling banyak di Jakarta Pusat yaitu 53,7 persen. Semenetara Kepulauan Riau terendah dengan 39 persen.

Kemungkinan, kata Pandu, wilayah Jakarta Pusat memiliki mobilitas cukup tinggi. Sementara untuk penduduk di wilayah Kumuh, ada 48,4 persen yang pernah terinfeksi COVID-19 sedangkan wilayah non kumuh 37 persen.

“Iya tidak jauh berbeda sebenarnya, ini menunjukkan mobilitas penduduk tidak mengenal batas geografis,” jelas Pandu.

Sementara itu, ia juga menyebut deteksi kasus COVID-19 Jakarta masih rendah. Data resmi dari Pemprov DKI Jakarta jauh lebih sedikit ketimbang temuan hasil studi.

“Deteksi kasus COVID-19 di Jakarta masih rendah, kalau liat penduduk Jakarta 10,6 juta, prevalensi yang kita temukan akhir Maret 2021 sebesar 44,5 persen penduduk pernah terinfeksi, Kira-kira terestimasi 4,717 juta. Ini cukup besar,” sebutnya.

“Kasus yang terlaporkan pada 31 Maret berdasarkan sistem hanya 382,055. Jadi sistem kita yang terdeteksi hanya 8,1 persen, jadi yang nggak terdeteksi kira-kira 91,9 persen. 90 persen lebih orang terinfeksi nggak terdeteksi sistem. Walau testing DKI sangat tinggi tapi belum banyak bisa mendeteksi. Karena sebagian besar nggak bergejala, toh yang bergejala juga nggak datang ke fasilitas kesehatan,” pungkasnya.

Editor : Aron
Sumber : detikhealth