Konsumsi vitamin D selama ini diyakini membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Tak heran, rutinitas berjemur hingga asupan vitamin D tambahan banyak diburu pada masa pandemi Covid-19 sekarang ini.

Namun, pakar penyakit menular dari University of Maryland Upper Chesapeake Health AS, Faheem Younus, baru-baru ini mengatakan bahwa konsumsi vitamin untuk kekebalan tubuh, termasuk vitamin D, hanyalah mitos belaka.

Dia menyebut kekebalan tubuh sebenarnya hanya dengan tidur cukup, olahraga, dan makan makanan bergizi seimbang.

“Vitamin atau zinc hanya bermanfaat ketika Anda kekurangan. Sementara sisanya, adalah mitos,” kata Younus.

Menanggapi pendapat tersebut, dokter spesialis penyakit dalam di RS Premier Bintaro, Ariska Sinaga, sepakat bahwa meningkatkan kekebalan tubuh memang tidak bisa hanya dengan minum vitamin D.

Dibutuhkan pola makan sehat bergizi seimbang, mengurangi makanan cepat saji, istirahat yang cukup, serta olahraga.

Dia mengatakan, orang yang sehat dan makan makanan bergizi sebenarnya tidak memerlukan asupan vitamin apa pun termasuk vitamin D.

“Sebenarnya kalau orang itu sehat, makan makanan bergizi seimbang, cukup istirahat dan olahraga, tidak perlu lagi minum vitamin. Karena kebutuhan harian vitamin sudah bisa terpenuhi dalam makanan,” kata Ariska saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (8/7).

Kondisinya akan berbeda pada orang sakit yang membutuhkan booster kekebalan tubuh.

Orang yang sedang sakit cenderung kehilangan nafsu makan serta daya tahan tubuh menurun. Maka dari itu, dokter biasanya menyarankan konsumsi vitamin untuk meningkatkan nafsu makan sekaligus sebagai booster sistem imun.

“Orang sakit kan butuh asupan makanan. Kondisi sakit kan selalu disertai dengan penurunan nafsu makan, itulah mengapa vitamin diberikan. Selain itu vitamin diberikan juga mendukung imun sistemnya,” kata Ariska.

Manfaat vitamin D selain untuk membantu pertumbuhan tulang dan gigi, juga menjaga fungsi sistem imun. Tak heran banyak masyarakat tiba-tiba mengonsumsi vitamin D saat masa pandemi Covid-19.

Hanya saja, Ariska mengungkap bahwa vitamin D termasuk makronutrien yang paling susah didapat. Sebabnya vitamin D banyak terkandung dalam ikan. Ikan salmon diketahui paling banyak mengandung vitamin D ketimbang ikan jenis lainnya.

“Tapi kan salmon mahal, ada ikan haring dan sarden yang juga mengandung vitamin D, tapi tidak sebanyak pada ikan salmon,” kata Ariska.

Selain ikan, vitamin D juga bisa didapat dari kuning telur, susu kedelai, susu sapi, dan oatmeal.

Kendati demikian, konsumsi makanan-makanan tersebut belum tentu memenuhi kebutuhan harian vitamin D yakni sebanyak 400-800 International unit (IU) sehari. Sehingga kadang kala, kebutuhan vitamin D harian ini tidak terpenuhi oleh tubuh.

Ilustrasi. Selalu gunakan tabir surya yang mengandung SPF saat berjemur atau beraktivitas di luar ruangan. (Istockphoto/bymuratdeniz)

Di samping itu, menurut dokter spesialis orthopedi dari RS Siloam Kebon Jeruk, dr Langga Sintong, SpOT, masyarakat Indonesia masih banyak kekurangan vitamin D pada tubuhnya.

“Indonesia itu kan negara tropis, harusnya enggak kekurangan vitamin D kan, tapi kalau dicek banyak sekali kurang vitamin,” kata Langga, seperti dikutip detik.com, 2019 silam.

Dia menyebut penyebabnya karena ada orang-orang yang lebih takut kulitnya menjadi gosong jika terkena sinar matahari.

Sengaja menghindari sinar matahari, bisa membuat tubuh menjadi kekurangan vitamin D. Padahal sinar matahari bisa mengubah provitamin D dalam tubuh menjadi vitamin D.

Dampaknya pun sangat banyak, mulai dari cepat lelah hingga autoimun (kondisi ketika kekebalan tubuh seseorang menyerang tubuh sendiri.

“Dampak kekurangan vitamin D, cepat capek, nyeri-nyeri otot, migrain. Sekarang banyak diumumkan autoimun, kesuburan, dan lain-lain,” tambah Langga.

Oleh karenanya, dokter acap kali menyarankan untuk tetap mengonsumsi vitamin D tambahan. Namun, yang perlu diingat bahwa kekebalan tubuh terjaga tidak hanya dengan minum vitamin D, dibutuhkan juga pola hidup sehat dan istirahat teratur.

Salah kaprah sinar matahari dan vitamin D

Di sisi lain, Ariska mengungkapkan masih ada persepsi keliru di tengah masyrakat terkait bahwa untuk mendapat vitamin D utamanya dengan berjemur di bawah sinar matahari saja.

Ia menjelaskan, asupan vitamin D dalam tubuh didapat dari makanan yang mengandung vitamin D. Makanan tersebut kemudian akan menjadi provitamin D dalam lemak di tubuh.

Sementara sinar matahari tidak memberikan vitamin D. Sinar matahari hanya membantu proses pembentukan provitamin D yang ada dalam tubuh menjadi vitamin D.

“Berjemur itu mengubah provitamin D dalam tubuh menjadi vitamin D. Tapi supply vitamin D itu didapat dari makanan, bukan berjemur,” ucap Ariska.

Tanpa berjemur pun, provitamin D akan berubah secara alamiah menjadi vitamin D. Hanya saja, prosesnya akan lebih baik jika dibantu dengan berjemur.

Berjemur yang disarankan yakni sekitar 10-15 menit setelah pukul 09.00 agar provitamin D berubah menjadi vitamin D.

Editor: Nul

Sumber: cnnindonesia