Serangan jantung adalah kondisi yang berpotensi menyebabkan kematian dan tidak ingin dialami oleh siapa pun.

Olahraga menjadi kegiatan yang berperan dalam kesehatan jantung. Namun, serangan jantung yang menimpa atlet saat berolahraga baru-baru ini menimbulkan stigma bahwa olahraga tingkatkan risiko serangan jantung.

Menurut sebuah ulasan yang diterbitkan dalam Circulation, orang yang melakukan 150 menit aktivitas santai dengan intensitas sedang per minggu memiliki risiko penyakit jantung koroner 14 persen lebih rendah daripada mereka yang tidak berolahraga.

Olahraga teratur dianjurkan untuk meningkatkan kesehatan jantung dan pengurangan risiko serangan jantung.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di US National Library of Medicine National Institutes of Health, olahraga ekstrem pada implikasi kesehatan kardiovaskular dianalisis lebih lanjut.

Sebagaimana dilansir Express, studi tersebut mencatat: “Olahraga intensitas tinggi dapat secara akut, meskipun sementara, meningkatkan risiko serangan jantung mendadak (SCA) atau kematian jantung mendadak (SCD) pada individu dengan penyakit jantung yang mendasarinya.”

Terkait hal ini, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Vito Anggarino Damay mengatakan bahwa olahraga ekstrem yang berat jangka panjang memang berpotensi menyebabkan kerusakan jantung.

“Patut di perhatikan kata-kata ekstrem, berat, dan jangka panjang. Sebagian besar orang tidak melakukan olahraga seperti ini, dan batasan olahraga ekstrem berat jangka panjang itu sangat sulit dicapai kebanyakan orang,” ungkapnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (16/6).

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa potensi menyebabkan kerusakan otot jantung akibat olahraga ekstrem berat jangka panjang ini juga masih perlu diteliti lebih lanjut.

Pasalnya, menurut Vito, ada penelitian juga yang menemukan kerusakan otot jantung dsri MRI jantung hanya ditemukan pada sebagian kecil orang yang melakukan olahraga ekstrem berat jangka panjang.

Selain itu, terkait anggapan atlet rentan terkena serangan jantung bila berkaca dengan kejadian baru-baru ini, Vito membantahnya.

“Jawabannya enggak [rentan], karena atlet ini hidup sehat pastinya sehingga justru sehat jantungnya.

Kalau orang-orang rajin olahraga justru makin sehat jantungnya,” ujarnya.

Dia menambahkan, “Apakah kelelahan olahraga itu bisa menimbulkan serangan jantung? Mungkin saja apabila orang tersebut punya penyakit jantung sebelumnya. Masalahnya kadang orang tidak tahu kalau dia punya penyakit jantung.”

Vito mencatat bahwa atlet atau pegiat olahraga yang mengalami henti jantung biasanya sudah punya kelainan atau penyakit jantung yang tidak diketahui sebelumnya.

Untuk itu, dia menyarankan agar rutin melakukan pemeriksaan kesehatan berupa periksa elektrokardiogram (EKG) merupakan tes diagnostik umum yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi jantung. Dan bila perlu, juga dapat melakukan pemeriksaan USG jantung atau MRI sesuai dengan petunjuk.

Vito juga memberi catatan bahwa setiap orang perlu bijak dalam menentukan intensitas latihan.

Menurutnya, olahraga yang baik untuk kesehatan jantung adalah 60-70 persen dari detak jantung maksimal menurut usia.

“Amannya paling tinggi 85 persen,” tutur Vito.

Cara menghitung detak jantung maksimal yakni dengan 220 dikurangi usia saat ini, lalu dikalikan – misalnya – 70 persen untuk mendapatkan kisaran target detak jantung intensitas sedang.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia