Segala yang berlebihan tentu tak selalu berakhir baik, termasuk terobsesi dengan makanan sehat. Mengubah pola ke makanan sehat memang banyak dianjurkan ahli.

Namun, jika Anda melakukan secara berlebihan hal ini justru bisa berdampak buruk salah satunya berisiko membuat Anda kekurangan gizi atau malnutrisi.

Dokter spesialis gizi klinis dan konsultan nutrisi pada kelainan metabolisme gizi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI), Ida Gunawan mengatakan bahwa terobsesi pada makanan sehat tergolong dalam gangguan makan atau juga disebut orthorexia nervosa.

Lebih lanjut, Ida mengatakan bahwa ada perbedaan konsep makanan sehat pada mereka dengan orthorexia dan orang yang menerapkan pola makan sehat.

Orang yang menerapkan pola makan sehat umumnya berpegang pada gizi seimbang.

Dalam piring makanan, seperti yang dianjurkan Kementerian Kesehatan, yakni setengah bagian diisi sayur dan buah, seperempat piring dengan karbohidrat (pilih yang kompleks seperti nasi, sereal, kentang, roti gandum), kemudian isi seperempat lagi diisi dengan protein baik hewani maupun nabati.

Sementara untuk asupan harian garam, gula dan minyak disesuaikan dengan rekomendasi Kementerian Kesehatan yakni gula 4 sendok makan peres, garam 1 sendok teh, dan minyak 5 sendok makan.

“Orang yang mengikuti pola makan sehat pastinya berpegang pada gizi seimbang tersebut. Dalam gizi seimbang tidak melulu isinya hanya sayur dan buah, [lalu] tidak makan karbohidrat, lemak dan gula,” papar Ida.

Sementara orang dengan orthorexia, menurut Ida, biasanya justru menghindari sumber karbohidrat, protein hewani dan bumbu seperti garam dan gula, hingga lemak yang bisa berujung masalah kesehatan salah satunya malnutrisi.

Mereka bisa menghindari konsumsi susu padahal sebenarnya bahan minuman ini mengandung zat gizi seperti kalsium mineral atau enggan mengonsumsi daging yang justru bisa memunculkan risiko anemia.

Akibat menghindari sumber gizi penting, orang dengan orthorexia juga bisa berisiko mengalami gangguan suasana hati, penurunan berat badan drastis, mengalami banyak kelainan salah satunya pada kulit karena membatasi makanan secara ekstrem.

Mereka juga bisa mengalami kelainan perilaku akibat ada perilaku kompulsif, mengalami masalah hubungan sosial dan punya persepsi berlebihan terhadap diet sehat yang sebetulnya tidak wajar.

“Pada mereka yang orthorexia, segala bumbu, karbohdirat menjadi momok ditakuti, melihat protein hewani enggak makan karena dianggap mengandung kolesterol tinggi, identik dengan tidak sehat. Jadi konsep diet sehat yang harus dibetulkan,” ujar Ida.

Dia lantas menjelaskan, orthorexia bisa ditangani melalui perawatan dari dokter gizi klinik dan psikiater. Nantinya, mereka akan diberikan informasi mengenai persepsi makanan yang sehat, seperti apa nutrisi yang tepat dan seimbang untuk mendapatkan tubuh sehat.

Dalam perawatannya, orang dengan orthorexia juga dianjurkan melakukan banyak relaksasi supaya tidak menjadi tegang hingga berujung stres saat berada pada kondisi tidak menemukan makanan sehat menurut versi dia, hingga modifikasi perilaku misalnya melalui terapi perilaku kognitif dan dialektif.

“Harus konsultasikan pada psikiater, mungkin perlu tambahan obat-obatan,” demikian saran Ida.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia