Sidang korupsi Kepala Dinas Perhubungan Kota Batam yang melakukan pungutan liar terhadap dealer mobil kembali digelar untuk mendengarkan esepsi dari penasihat hukum terdakwa, Senin (3/5/2021).

Kuasa hukum terdakwa Alfonso F.P Napitupulu SH MH dan Adi Chandra Simarmata SH mengajukan esepsi atau keberatan dan mengatakan bahwa dakwaan itu tidak jelas dan tidak lengkap mengenai waktu dan tempat menyangkut pungutan liar sejumlah Rp.850.000 dan terdakwa mendapat Rp.500.

Sidang sebelumnya oleh Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Batam menetapkan Rustam Efendi sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi yang melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP, atau Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Terdakwa Rustam Efendi ditetapkan sebagai tersangka merupakan pengembangan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka Harianto (Kasi Pengujian pada Dinas Dinas Perhubungan Kota Batam) yang sudah dilakukan penahanan sebelumnya.

Tersangka Rustam Efendi dan tersangka Harianto diduga bersama-sama melakukan pemerasan atau pungutan liar terhadap dealer mobil di Kota Batam terkait penerbitan Surat Penentuan Jenis Kendaraan (SPJK) yang merupakan syarat terbitnya surat KIR (Pengujian Kendaraan Bermotor).

Perbuatan terdakwa bersama saksi Harianto menurut PH dalam eksepsinya di depan majelis hakim bahwa perbuatan terdakwa bersama saksi yang menerima uang pungutan liar isinya bertentangan karena terdakwa yang memerintahkan saksi dan dinyatakan tidak jelas karena orang yang tidak turut dalam melakukan. Dan tak dak jelas peran terdakwa dalam tindakan perkara.

“Surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan,” ungkapnya

Dakwaan JPU di nilai tidak jelas dan tidak lengkap tentang pungutan liar Rp.850.000 dan terdakwa dapat Rp.500 dari tahun 2018-2020 sejumlah 1.739 kali surat SPJK yang terbit dengan jumlah total Rp.1.478.150.000

“Tempat pidana yang dilakukan tidak pasti tempatnya dan tanggalnya juga tidak ditetapkan. Kesalahan terdakwa tidak terbukti, dan jaksa tidak mampu membuktikan, sidang dilanjut pekan depan untuk mendengarkan kesimpulan majelis hakim,” pungkas Alfonso.

 

Editor : Dwik