Sudah hampir seminggu ini para peternak dan petani tidak bisa memasuki lahan kebun tempat mereka mencari rezeki. Dari hasil mediasi yang seharusnya memberi tanda tangan dari pihak PT. BMW dan masyarakat, dinilai sepihak yang hanya menjelaskan kepada petani untuk sementara waktu tidak ada batas waktu yang ditentukan dilarang untuk memasuki daerah kebunnya.

“Tidak tahu sampai kapan masyarakat bisa masuk kembali mengurus tanaman mereka dan ternak ayam masyarakat. dari tim kita sudah menyampaikan ke perwakilan PT. BMW agar di sampaikan ke pimpinan mereka buat secara tertulis kalau memang lokasi yang dikelola masyarakat itu milik HGB PT. BMW,” kata Kennedy Sihombing, Ketua Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (Lembaga KPK) yang juga selaku pembina para petani, Sabtu (1/5/2021).

Pihak PT. Buana Mega Wisatama juga bisa laporkan masyarakat ke ranah hukum biar ada kepastian hukum agar jelas masalahnya. Pihak perusahaan buat secara tertulis bahwa masyarakat tidak bisa bercocok tanam dan mendirikan bangunan di lokasi tersebut.

Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi Pimpinan Kennedy Sihombing. F.ist

“Namun jelas di tanda tangani oleh pimpinan perusahaan dan disetempel biar dasar itulah kami akan menunjukan ke PTUN kita lihat hasilnya nanti di pengadilan,” katanya.

Masyarakat mendukung perusahaan yang jelas legalitasnya sah secara hukum yang melaksanakan sesuai dengan peruntukannya berarti tidak merugikan negara dan jadi masukan buat negara dan itu otomatis juga untuk rakyat.

Peraturan UU Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 Pasal 27, 34 dan 40, Hapus antara lain karena ditelantarkan dan ditambah PP No 11 Tahun 2010, Tentang Pemanfaatan Tanah Telantar Demi Kemakmuran Rakyat Indonesia di NKRI.  Karena perusahaan tidak melaksanakan peruntukannya batal demi hukum.

“Untuk kepastian hukum itu kita akan laporkan juga langsung ke pusat untuk melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, tembusan Ombudsman dan Kapolri, rencananya habis lebaran ini. Biar masyarakat tahu keputusan di pengadilan, apakah tanah itu milik PT. BMW atau tanah negara atau masyarakat di NKRI,” tambahnya.

Diketahui puluhan ribu hektare tanah terlantar di Provinsi Kepulauan Riau. Banyak pengusaha mengantongi HGB namun sudah puluhan tahun tidak melakukan kewajiban peruntukannya yaitu membangun.

“Banyak oknum yang bermain serta mendapat keuntungan di dalamnya. Dengan begitu dapat merugikan negara dan juga menghambat investasi. Kami seluruh masyarakat Kepri mendukung perusahaan yang memiliki legalitas sah secara hukum Surat Hak Guna Bangun (SHGB), Hak Guna Usaha (HGU), hak pakai dan hak mengelola, jika itu tepat pada peruntukan dan kewajibannya,” pungkas Kennedy Sihombing.

 

Editor : Dwik