Vaksin COVID-19 AstraZeneca disebut dalam studi terbaru yang dipublikasi di New England Journal of Medicine (NEJM) tidak terlalu efektif mencegah kasus infeksi ringan varian COVID-19 B1351. Laporan menyebut efikasi vaksin hanya mencapai 10,4 persen.

Peneliti dari University of the Witwatersrand mengetahuinya dengan menganalisa data 2.026 relawan dewasa berusia 18-59 tahun. Relawan dibagi menjadi dua kelompok, satu kelompok menerima plasebo sementara yang lainnya diberi vaksin COVID-19 Astrazeneca.

Diketahui setidaknya 23 dari 717 orang di kelompok plasebo kemudian terinfeksi COVID-19. Sedangkan pada kelompok penerima vaksin ada 19 yang terinfeksi dari 750 orang. Dari data ini diperoleh efikasi umum 21,9 persen.

Hanya saja bila dilihat secara khusus, dari 42 kasus infeksi, sebanyak 39 atau 92,9 persen di antaranya disebabkan oleh varian B1351. Dari data ini diperoleh efikasi 10,4 persen.

 

 

Peneliti menekankan bahwa semua relawan yang terinfeksi mengalami gejala ringan-sedang. Tidak ada relawan yang sampai harus dirawat karena gejala berat.

Sebelum varian B1351 mendominasi, peneliti menyebut efikasi vaksin COVID-19 AstraZeneca bisa mencapai 75 persen mencegah infeksi dengan gejala ringan-sedang.

“Resistensi terhadap respons antibodi penetral memang diperkirakan akan menjadi karakteristik pandemi virus Corona di beberapa tahun ke depan. Tekanan yang membuat virus menjadi varian agar bisa tetap menular meski sudah ada imunitas karena infeksi alami atau vaksinasi,” tulis peneliti seperti dikutip dari NEJM, Rabu (17/3/2021).

Varian B1351 sendiri mendapat julukan ‘varian raja’ di antara kalangan peneliti karena memiliki mutasi yang membuatnya lebih resistan terhadap antibodi dibandingkan varian Corona lain.

 

Editor : Parna

Sumber : detiknews