Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan penerimaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sektor otomotif hanya Rp.5 triliun pada tahun lalu. Realisasi itu anjlok 50 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp10 triliun.

“Memang, situasi pandemi covid-19 seperti dampak terhadap tingkat penjualan atau pergerakan industri kendaraan bermotor betul-betul luar biasa,” terang Suryo dalam rapat kerja bersama Komisi XI, Senin (15/3).

Penurunan PPnBM sektor otomotif sejalan dengan anjloknya penjualan mobil sepanjang 2020. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penjualan mobil hanya 532.027 unit.

Jumlah tersebut turun signifikan dibandingkan dengan 2019 yang mencapai 1 juta unit. Rata-rata penjualan mobil per bulan pada 2019 mencapai 85 ribu unit.

Sementara, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan untuk menaikkan tarif PPnBM beberapa jenis mobil listrik tahun ini. Hal ini berpotensi menaikkan penerimaan negara dari sisi PPnBM sektor otomotif.

Kenaikan PPnBM khususnya untuk mobil berbasis plug-in hybrid electric vehicle (PHEV), full hybrid, dan mild hybrid.

PHEV adalah mobil yang sumber tenaganya berasal dari mesin konvensional dan baterai atau listrik. Artinya, sumber tenaganya berasal dari dua jenis teknologi.

Sementara, full hybrid artinya kendaraan hybrid electric vehicle yang memiliki fungsi mematikan mesin secara otomatis saat berhenti sejenak (idling stop), pengereman regeneratif (regenerative braking).

Kemudian, alat bantu gerak berupa motor listrik (electric motor assist) dan mampu digerakkan sepenuhnya oleh motor listrik (EV running mode) untuk waktu atau kecepatan tertentu.

Lalu, mild hybrid adalah kendaraan hybrid electric vehicle yang memiliki fungsi mematikan mesin secara otomatis saat berhenti sejenak (idling stop), pengereman regeneratif (regenerative braking) dan alat bantu gerak berupa motor listrik (electric motor assist).

Sri Mulyani mengusulkan tarif PPnBM PHEV naik dari nol persen menjadi 5 persen dalam skema satu dan menjadi 8 persen dalam skema dua. Lalu, untuk full hybrid Pasal 26 naik dari 2 persen menjadi 6 persen pada skema satu dan naik menjadi 10 persen pada skema dua.

Sementara, tarif PPnBM full hybrid Pasal 27 naik dari 5 persen menjadi 7 persen pada skema satu dan 11 persen pada skema dua. Tarif PPnBM Pasal 28 naik dari 8 persen menjadi 12 persen pada skema dua dan tetap 8 persen pada skema satu.

Selanjutnya, tarif PPnBM untuk mild hybrid Pasal 29 naik dari 8 persen menjadi 12 persen pada skema dua dan tetap 8 persen pada skema satu. Tarif PPnBM Pasal 30 naik dari 10 persen menjadi 13 persen pada skema dua dan tetap 10 persen pada skema satu.

Lalu, Tarif PPnBM mild hybrid Pasal 31 naik dari 12 persen menjadi 14 persen pada skema dua dan tetap 12 persen pada skema satu.

Di sisi lain, Sri Mulyani mengusulkan tarif PPnBM untuk mobil berbasis battery electric vehicle (BEV) tetap nol persen pada skema satu dan dua. BEV adalah mobil yang sumber tenaganya 100 persen dari baterai.

“Kalau jualan hybrid ini Pak Suryo senang karena PPnBM naik jadi 5-6 persen, kecuali kalau investasi ke baterai PPnBM jadi hilang, tapi negara dapat dari investasinya,” jelas Sri Mulyani.

 

Editor : Parna

Sumber : cnnindonesia