Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat tipis 0,16 persen pada perdagangan pekan lalu, yaitu dari 6.231 menjadi 6.241. Investor asing tercatat melakukan aksi beli sebesar Rp1,15 triliun.

CEO Sucor Sekuritas Bernadus Setya Ananda Wijaya menyebut pada pekan ini ada beberapa sentimen yang bakal memengaruhi pergerakan indeks saham. Pertama, perkembangan stimulus Pemerintah Amerika Serikat (AS).

Perkembangan terakhir, DPR AS akhirnya menyetujui stimulus sebesar US$1,9 triliun pada Sabtu (27/2) waktu setempat. Ini kian memuluskan rencana Presiden Joe Biden untuk menyukseskan stimulus yang dijanjikannya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) lalu.

Kini, paket stimulus covid-19 itu hanya perlu mendapat rambu hijau dari Senat. Diperkirakan, keputusan akan dibuat pada pekan ini.

Bernard menilai keputusan DPR AS akan menjadi sentimen positif di awal pekan bagi bursa saham global, tak terkecuali Indonesia.

Meski keputusan final belum dibuat, namun ia menyebut keputusan DPR AS kembali menggairahkan pasar modal yang akhir-akhir ini kering sentimen. Proyeksinya, IHSG akan bergerak menguji level 6.200-6.450.

“Selain itu, saat ini masih wait and see (menunggu) data-data fundamental Februari yang akan diluncurkan minggu pertama dan kedua Maret seperti Purchasing Managers’ Index (PMI), data inflasi, dan penjualan mobil di Januari,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Senin (1/3).

Sentimen lain yang juga diantisipasi oleh pasar, lanjutnya, adalah penerapan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mobil 0 persen dan uang muka (DP) 0 persen untuk mobil dan rumah. Kebijakan efektif berlaku pada hari ini.

Untuk PPnBM, stimulus diberikan dengan tiga periode berbeda, pada Maret-Mei 2020 insentif diberikan secara penuh alias 100 persen. Lalu, pada Juni-Agustus 2021 menjadi 75 persen dan terakhir, September-Desember 2021 keringanan tarif sebesar 25 persen.

Khusus untuk mobil berkapasitas hingga 1.500 cc atau yang masuk dalam daftar relaksasi, ia memproyeksikan penjualan bakal meningkat. Pasalnya, stimulus juga dibarengi oleh pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) hingga level terendah di 3,5 persen.

“Ini akan menambah maraknya pembelian mobil di tengah orang-orang menahan konsumsi karena masih ada kasus covid-19,” imbuhnya.

Meski berdampak positif bagi sektor otomotif, namun menurut Bernard kenaikan tak terjadi sekaligus. Investor akan menunggu data penjualan mobil Maret-Mei untuk mengukur seberapa besar dampak stimulus.

Untuk sektor otomotif, PT Astra Internasional (Tbk) atau ASII bakal diuntungkan. Memang, kenaikan diproyeksikan tak melonjak seketika, namun mengingat valuasi saham sedang murah, ia menyarankan untuk mulai koleksi di rentang 5.300-5.500.

Dia menambahkan bila ASII mampu menembus level resisten itu, saham berpotensi menguat ke level 6.100-6.500.

“Para investor sudah bisa melakukan pembelian bertahap di rentang itu, sudah menjadi entry point (poin masuk) yang bagus karena biasanya harga saham bergerak mendahului fundamentalnya,” terang dia.

Lalu, untuk DP rumah 0 persen, Bernard optimistis sektor properti akan terangkat. Seiring dengan rendahnya bunga deposito, ia menyebut masyarakat akan memilih menginvestasikan dananya di instrumen yang lebih produktif seperti properti yang dalam jangka panjang akan lebih menguntungkan.

Ia melihat potensi penguatan, khususnya untuk perusahaan pengembang perumahan. Sucor Sekuritas merekomendasikan saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA).

Ia menargetkan BSDE di level 1.500 dengan rekomendasi beli di 1.150-1.200. Lalu SMRA target di 950 dan rentang beli 820-850.

Hal berbeda disampaikan Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan. Ia menilai stimulus DP 0 persen baik mobil dan rumah tidak akan memberikan dampak yang signifikan.

Pasalnya, konsumsi tengah seret untuk kelompok menengah ke bawah, sementara kelompok menengah ke atas yang memiliki uang ‘senggang’ di bank tak perlu mengambil cicilan alias mampu membayar lunas sekaligus.

Seperti otomotif, guna mengangkat penjualan akan lebih tepat jika pemerintah memangkas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rumah sehingga harga menjadi lebih menarik di era pandemi sebagai investasi.

Alfred menyimpulkan kebijakan DP 0 persen belum ampuh dalam mengangkat indeks pada pekan ini. Penjualan, lanjutnya, berpotensi mulai membaik pada kuartal kedua atau ketiga nanti saat daya beli masyarakat mulai pulih.

“Penjualan kelihatannya enggak akan terlalu signifikan karena konsumsinya bermasalah, karena dari sisi GDP terjadi penurunan. Artinya, daya beli masyarakat sedang mengalami penurunan,” terangnya.

Secara umum, ia menyatakan minimnya sentimen dalam negeri berpotensi memberi tekanan jual bagi investor di awal pekan. Menurutnya, data ekonomi seperti data inflasi dan cadangan devisa tidak akan memberi pengaruh besar.

Di sisi lain, volatilitas bursa global sedang tinggi karena imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun Pemerintah Amerika Serikat (AS) naik ke level tertinggi setahun terakhir, yakni 1,6 persen.

Tak hanya di AS saja, selama sepekan terakhir saham bursa dunia juga ikut tertekan karena obligasi dianggap menjadi instrumen yang lebih menguntungkan dari pasar modal. Jika tak ada intervensi, aksi pemindahan dana dari pasar modal ke obligasi berpotensi berlanjut pada pekan ini.

Lalu, rilis laporan keuangan emiten untuk 2020 juga akan dinantikan investor. Jika kinerja perusahaan tak sesuai ekspektasi, indeks saham bakal tambah tertekan.

Walau begitu, ia menyebut koreksi bersifat jangka pendek karena pasar masih menanti keputusan terkait paket stimulus Biden. Bila stimulus akan keluar pekan ini, ia memproyeksikan indeks bakal kembali bergairah.

Adapun deretan saham yang menurut Alfred masih menarik untuk dikoleksi adalah TLKM, ICBP, AKRA, BBNI dan BMRI.

“Akan ada tekanan jual di awal pekan atau pada Senin, tapi kami posisikan koreksi itu bersifat jangka pendek,” pungkasnya.

 

Editor : Parna

Sumber : cnnindonesia