Indonesia memiliki target bisa menjadi pemain global industri mobil listrik. Investor yang akan didatangkan tak main-main, ialah Tesla Inc, perusahaan kendaraan listrik asal Amerika Serikat (AS).

Tesla terus dirayu agar mau berinvestasi. Tapi belum lama ini ada kabar jika Tesla lebih memilih India untuk membangun pabrik mobil listriknya.

Menanggapi hal ini, Eks Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar turut angkat bicara. Kenapa pada akhirnya Elon Musk memilih India sebagai tempat produksi dan pusat teknologi di luar AS?

Arcandra mengatakan, pemilihan India sebagai negara untuk membangun pabrik mobil listrik dan pusat teknologinya bisa karena India memiliki ekosistem yang serupa dengan kantor pusatnya di Silicon Valley, California, AS.

Ada tiga hal yang mendukung pembangunan pabrik manufaktur dan pusat teknologi di Silicon Valley, yakni sumber daya manusia yang sangat terampil di bidang IT dan teknik, chip teknologi yang mutakhir, dan pemodal yang berani mendanai proyek start up beresiko tinggi.

“Jika Tesla ingin mengembangkan pusat teknologinya di luar AS, mereka akan mencari kota yang ekosistemnya mendekati apa yang ditawarkan oleh Silicon Valley,” tegasnya dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, @arcandra.tahar, dikutip Kamis (25/02/2021).

Lebih lanjut dia mengatakan ada dua kota di dunia yang yang mendekati persyaratan ini. Yaitu Tel Aviv di Israel dan Bangalore di India.

Sebelum Tesla memutuskan untuk membuka pusat teknologi di Bangalore, perusahaan otomotif seperti Mercedes-Benz, Great Wall Motors, General Motors, Continental, Mahindra & Mahindra, Bosch, Delphi and Volvo sudah lebih dulu berada di kota ini.

Selain perusahaan-perusahaan yang cukup mapan ini, banyak start up kendaraan listrik (EV) yang bermunculan di Bangalore dengan mengambil manfaat dari ekosistem yang sudah terbangun dengan baik.

Selain Bangalore di India, Israel juga punya ekosistem seperti Silicon Valley di California yang diberi nama Silicon Wadi. Inilah salah satu kota tempat berkumpulnya talenta-talenta terbaik di bidang IT di dunia.

“Perusahaan seperti Intel, IBM, Google, Facebook, Hewlett-Packard, Philips, Cisco Systems, Oracle Corporation, SAP, BMC Software, Microsoft, dan Motorola mendirikan technology centre-nya di kota ini,” paparnya.

Demi menarik investor, Tel Aviv dan Bangalore memulainya dengan membangun sumber daya manusianya. Teknologi IT yang berkembang dan masuknya para pemodal adalah hasil dari kerja keras para talenta yang berkualitas tinggi.

“Mereka bisa membuktikan bahwa hasil kerja mereka tidak kalah dari talenta yang berasal dari AS. Kepercayaan ini tidak dibangun dalam hitungan bulan tapi puluhan tahun,” ujarnya.

Menurutnya tidak ada yang tahu secara pasti kenapa Tesla mendahulukan Bangalore, bukan Tel Aviv. Namun pihaknya menduga ada beberapa alasan.

Pertama, dengan mendahulukan Bangalore, Tesla tidak saja mendapatkan ekosistem IT terbaik, tapi juga bisa mendapatkan akses pasar yang sangat besar. India adalah negara dengan jumlah penjualan mobil keempat terbesar di dunia setelah China, AS, dan Jepang.

Kedua, biaya tenaga kerja yang lebih murah dibandingkan dengan Tel Aviv. Biaya hidup di Tel Aviv sekitar tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan Bangalore.

“Rata-rata gaji pegawai juga tiga kali lebih tinggi di Tel Aviv. Biaya hidup di Tel Aviv lebih tinggi dari London, Sydney, dan Berlin. Biaya hidup di Bangalore bahkan lebih rendah dari Jakarta,” jelasnya.

Dipilihnya India oleh Tesla, menurutnya perlu dijadikan sebuah pembelajaran. Jika saat ini dunia sedang berlomba memberikan daya tarik kepada investor. Indonesia memiliki sumber daya alam yang luar biasa dan potensi sumber daya manusia yang tidak kalah di dunia.

“Tapi memastikan bahwa kedua aset strategis itu bisa membentuk sebuah ekosistem yang memberikan daya tarik bagi investor, tentu menjadi tantangan yang tidak mudah dibangun dalam sekejap,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengaku masih berusaha untuk menarik Tesla berinvestasi pada pengembangan baterai untuk kendaraan listrik (EV battery).

“Masih nego, belum ada yang hengkang. Dalam negosiasi bisnis itu biasa, dunia belum berakhir,” kata Bahlil dalam konferensi pers virtual, Rabu (24/2/2021).

Mantan Ketua HIPMI tersebut optimistis seiring dengan sudah berjalannya UU Cipta Kerja yang membuka iklim investasi yang lebih baik dari sebelumnya.

“Insya Allah dengan UU ciptaker ini akan mengembangkan iklim yg lebih baik,” tegas Bahlil.

Editor : Aron
Sumber : cnbcindonesia