BPJS Ketenagakerjaan sedang menjadi sorotan publik. Dugaan korupsi dalam pengelolaan dana investasi yang disebut-sebut Kejaksaan Agung (Kejagung) membuat sebagian buruh resah.

Buruh khawatir hal itu akan membuat proses pembayaran klaim akan terganggu. Apalagi, sejauh ini, belum ada kejelasan dari Kejagung terkait dugaan korupsi yang terjadi di badan eks PT Jamsostek tersebut.

Hal yang pasti, Kejaksaan Agung sedang memeriksa transaksi di saham dan reksa dana yang mencapai Rp43 triliun. Lantas, bagaimana dana investasi dan hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan dalam 10 tahun terakhir?

Mengutip laporan keuangan BPJS Ketenagakerjaan, Kamis (11/2), dana kelolaan atau dana investasi terus meningkat setiap tahunnya. Namun, tingkat pengembalian investasi atau imbal hasil (yield on investment/YOI) terpantau semakin turun.

Pada 2010 silam, dana investasi BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp99,98 triliun dengan YOI mencapai 12 persen. Sementara, hasil investasinya sebesar Rp10,79 triliun.

Lalu, dana investasi naik menjadi Rp111,78 triliun pada 2011. Hasil investasi juga naik menjadi Rp11,58 triliun, tetapi YOI turun menjadi 11,57 persen.

Pada 2012, dana investasi kembali meningkat menjadi Rp132,83 triliun dan hasil investasi sebesar Rp12,92 triliun. Namun, YOI semakin ciut menjadi 10,83 persen.

BPJS Ketenagakerjaan masih terus mencatatkan YOI dua digit hingga 2014 lalu. Kemudian, YOI pada 2015 turun menjadi satu digit, yakni 8,94 persen.

Selanjutnya, dana investasi dan hasil investasi terus meningkat sejak 2018 hingga 2020. Namun, tak diiringi dengan peningkatan YOI.

Tercatat, dana kelolaan pada 2018 sebesar Rp364,88 triliun dengan hasil investasi sebesar Rp27,27 triliun. Sementara, YOI hanya 8,15 persen.

Lalu, dana investasi pada 2019 naik menjadi Rp431,98 triliun dan hasil investasi juga meningkat menjadi Rp29,15 triliun. Namun, YOI anjlok ke 6,75 persen.

Pada 2020, YOI berhasil naik menjadi 7,38 persen. Hanya saja, YOI masih satu digit pada tahun lalu.

Padahal, dana investasi naik menjadi Rp486,38 triliun. Lalu, hasil investasi juga meningkat menjadi Rp32,3 triliun.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan penurunan YOI berpengaruh terhadap imbal hasil atau hasil pengembangan yang diterima peserta jaminan hari tua (JHT). Ini berarti, jumlah yang diterima peserta akan semakin kecil.

Berdasarkan catatan Timboel, imbal hasil peserta pada 2016 sebesar 7,19 persen. Lalu, naik pada 2017 menjadi 7,82 persen.

Namun, imbal hasil turun lagi menjadi 6,26 persen pada 2018. Kemudian, pada 2019 turun menjadi 6,06 persen.

“Pada 2020 imbal hasil JHT 5,63 persen. Jadi, YOI turun, itu mengakibatkan imbal hasil JHT turun,” ucap Timboel kepada CNNIndonesia.com.

Meski turun, Timboel menyatakan imbal hasil untuk peserta JHT tak boleh lebih rendah dari rata-rata suku bunga. Dengan kata lain, penempatan dana di BPJS Ketenagakerjaan masih lebih untung ketimbang deposito.

“Rata-rata suku bunga 4 persen, jadi daripada di deposito bank pemerintah tetap lebih baik di BPJS Ketenagakerjaan,” pungkas Timboel.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia