Meterai Rp 10.000 akan menjadi bea meterai yang baru. Pajak atas dokumen yang baru ini menggantikan bea meterai sebelumnya Rp 6.000 dan Rp 3.000.

Aturan terkait bea meterai tersebut ada dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2020. Dalam UU yang diteken 26 Oktober 2020 itu tarif bea meterai sebesar Rp 10.000. Bea meterai baru tersebut mulai berlaku pada tahun ini.

Lalu dokumen apa saja yang wajib pakai meterai Rp 10.000 ini?

Dikutip dari UU Nomor 10 Tahun 2020, bea meterai Rp 10.000 dikenakan atas dokumen:

– surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
– akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
– akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
– surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun;
– Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
– Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
– Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang:
1. menyebutkan penerimaan uang; atau
2. berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
– Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Selain itu bea meterai Rp 10.000 juga dikenakan atas dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

Untuk diketahui nantinya bea meterai juga tersedia dalam bentuk digital atau elektronik. Pasalnya perkembangan ekonomi digital menyebabkan adanya peralihan penggunaan dokumen kertas ke dokumen elektronik.

Berdasarkan UU Informasi & Transaksi Elektronik (ITE), kedudukan dokumen elektronik disamakan dengan dokumen kertas. Hanya saja dokumen elektronik tidak tercakup dalam UU Bea Meterai yang dibuat tahun 1985.

“Banyak transaksi yang belum ter-capture dalam perkembangan teknologi. Ini untuk menghindari ketimpangan, atau justru tidak adanya equal treatment bagi dokumen fisik yang selama ini patuh bea meterai, yang dokumen elektronik. Ini menjadi seolah-olah tidak dikenakan bea meterai,” ujar Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo beberapa waktu lalu.

Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Kemenkeu Iwan Djuniardi menjelaskan, untuk membeli meterai elektronik (e-meterai) ini caranya seperti membeli pulsa.

“E-meterai seperti pulsa. Jadi ada code generator yang dibuat 1 sistem. Nah code generator ini yang akan nanti disalurkan melalui channeling. Code generator akan diisikan semacam wallet, di mana itu akan berisi total nilai meterai yang sudah dibayar,” kata Iwan.

Informasi lainnya, dengan dirilisnya Meterai Rp 10.000 berarti meterai Rp 3.000 dan meterai Rp 6.000 sudah tak lagi dicetak lagi. Namun, kedua meterai lama ini masih bisa digunakan sampai akhir 2021 mendatang.

Editor : Aron
Sumber : detik