Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiba-tiba membunyikan sirine tanda peringatan untuk para saksi, terkait kasus dugaan korupsi suap perizinan ekspor benih lobster (benur). KPK mengingatkan ancaman pidana terhadap saksi yang tidak jujur.

Peringatan soal ancaman pidana bagi para saksi kasus dugaan suap ekspor benur itu disampaikan Juru Bicara KPK, Ali Fikri. Siapa yang disasar KPK?

Perihal ancaman pidana untuk para saksi yang tidak kooperatif ini terlontar dari mulut Ali Fikri usai KPK memeriksa Alayk Mubarrok, tenaga ahli Iis Rosita Dewi, pada Rabu (26/1/2021). Iis Rosita Dewi adalah istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.

Edhy Prabowo diketahui merupakan layer paling tinggi dalam kasus dugaan suap ekspor benur ini. Edhy disinyalir menerima uang dari Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito. PT DPP merupakan perusahaan calon eksportir benur.

Nah, KPK mengendus dugaan suap yang diterima Edhy mengalir ke Iis Rosita Dewi. Karena itulah KPK memeriksa Alayk Mubarrok, sebab Alayk diduga tahu dan memberikan uang dari hasil suap Edhy Prabowo ke Iis Rosita Dewi.

“Alayk Mubarrok dikonfirmasi terkait posisi yang bersangkutan sebagai salah satu tenaga ahli dari istri tersangka EP (Edhy Prabowo) yang diduga mengetahui aliran uang yang diterima oleh tersangka EP dan tersangka AM (Amiril Mukminin/sekretaris pribadi Edhy Prabowo) yang kemudian diduga ada penyerangan uang yang diterima oleh istri tersangka EP melalui saksi ini,” ucap Ali dalam keterangannya, Rabu (27/1/2021).

Sekadar penjelasan, Iis Rosita Dewi merupakan anggota DPR RI saat ini. Alayk adalah tenaga ahli Iis Rosita Dewi. Iis sudah diperiksa KPK pada 22 Desember 2020.

Sedangkan Ery Cahyaningrum adalah pengusaha yang menjual wine. KPK mencium aroma dugaan suap yang diterima Edy Prabowo digunakan untuk membeli wine yang dijual Ery.

Setelah pemeriksaan Alayk dan Ery inilah, secara tiba-tiba Jubir KPK Ali Fikri memperingatkan soal ancaman pidana bagi para saksi yang tidak jujur.

Jubir KPK Ali Fikri memastikan pihaknya tidak menutup kemungkinan membuka dugaan korupsi lain terkait ekspor benur ini. KPK meminta para saksi yang dipanggil kooperatif.

Tapi sayangnya, Ali Fikri tidak secara spesifik menyebutkan siapa saksi yang dimaksudnya.

“Terkait proses penyidikan yang saat ini masih berjalan, KPK tidak menutup kemungkinan untuk mengumpulkan bukti-bukti baru adanya dugaan tindak pidana korupsi lain. KPK dengan tegas mengingatkan kepada pihak-pihak yang dipanggil tim penyidik KPK untuk kooperatif dan memberikan keterangan secara jujur dan terbuka terkait dengan perkara ini,” papar Ali.

Dalam Undang-Undang (UU) tentang Tindak Pidana Korupsi memang diatur pasal soal menghalang-halangi proses penyidikan. Saksi yang diperiksa bisa saja dijerat pasal merintangi penyidikan apabila tak kooperatir.

“Selain ituKPKjuga mengingatkan ancaman pidana di UU Tipikor ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 UU Tipikor yang memberikan sanksi tegas apabila ada pihak-pihak yang sengaja merintangi proses penyidikan ini,” imbuhnya.

Berikut bunyi dari Pasal 21 dan Pasal 22 dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau yang lazim disebut dengan UU Tipikor:

Pasal 21
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 22
Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Editor : Aron
Sumber : detik